Sunday, June 30, 2013

HINDUISME; Melihat Agama Hindu


Hinduisme berkembang sejak ribuan tahun lalu dan merupakan agama paling tua di dunia yang masih hidup sampai sekarang. Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini[1]. Ada jutaan dewa-dewi dalam kepercayaan agama Hindu dan semua itu merupakan refleksi dari Brahman, roh paling tinggi. Dewa paling populer adalah Shiva, dewa perusak alam, dan Vishnu, dewa pemelihara alam. Ada ratusan kuil dipersembahkan untuk mereka. Semua orang Hindu memiliki tempat pemujaan dalam rumah masing-masing, tempat melakukan ibadat harian, dan bersama dengan perayaan lainnya membentuk iman mereka. Inti iman mereka berada dalam suatu lingkaran yang tak pernah berakhir dan lahir, hidup, mati, dan lahir kembali, dan setiap orang mengalami reinkarnasi denga tingkat yang ditentukan oleh apa yang mereka perbuat dalam hidup sebelumnya.
Jangan kaulakukan kepada orang lain hal-hal yang engkau sendiri tidak suka; itulah hukum utama-hukum yang lain dapat berubah-ubah. Mahabarata, Veda 39[2]
            Hindu elit (Brahmanisme) dimasukkan ke dalam kategori agama non samawi (non revealed) dan non-missionary (tidak diserukan sebagaimana agama Islam dan Kristen). Secara geografi, Hinduisme termasuk agama yang muncul di kawasan Arya. Agama ini pernah menjadi agama “resmi” di wilayah nusantara pada masa kerajaan sebelum era kesultanan Demak. Setelah proses islamisasi yang damai berlangsung, dan kemudian disusul kristenisasi lewat penjajahan, agama Hindu menjadi agama minoritas. Praktis hanya Bali yang masih mayoritas menggunakan paham ajaran ini. Pada tahun 2010 BPS mencatat penganut Hindu berjumlah 4.012.116 jiwa dari total penduduk Indonesia 237 641 326 jiwa[3] (kurang dari 2 %). Kurang lebih ada 920 juta pengikut agama Hindu di dunia, atau 13,5% penduduk dunia menganut agama Hindu sehingga agama Hindu menjadi agama terbesar ketiga di dunia[4]. Dari jumlah tersebut, sebanyak 890 juta pengikutnya tinggal di wilayah India.

Asal Usul

Hinduisme berakar pada tradisi dan sejarah bangsa India dan kita dapat melacak kembali asal usulnya dalam permulaan milenium ketua BCE (Before Common Era) [5].
Hinduisme muncul sekitar tahun 1800 BCE di India, tetapi dasar berdirinya tidak pasti[6]. Riwayat yang diketahui paling dini terdapat pada peradaban Lembah Sungai Indus. Kata itu sendiri berasal dari bahasa Sansekerta untuk Sungai Indus, Siddhu, kata yang oleh bangsa Persia kuno diucapkan sebagai “Hindu”. Tidak lama sebelumnya kata itu digunakan untuk menyebut semua bangsa India pada umumnya, tetapi sekarang kata itu hanya digunakan untuk pengikut Hinduisme[7].
Dalam bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa Sanskerta). Dalam Reg Veda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard 1.18) — sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu. Hindu sendiri sebenarnya baru terbentuk setelah Masehi ketika beberapa kitab dari Weda digenapi oleh para brahmana. Pada zaman munculnya agama Buddha, agama Hindu sama sekali belum muncul semuanya masih mengenal sebagai ajaran Weda[8].
Untuk melacak sejarah Hindu, ada beberapa poin terpenting yang ditulis oleh Michael Keene. Di sini akan dijelaskan secara singkat mengenai asal-usul Hindu yang diyakini muncul dari peradaban Lembah Indus[9].

Orang Indus
Kita tidak tahu banyak tentang peradaban Lembah Indus. Namun, patung-patung para dewi yang dibuat pada zamannya memberi kesan bahwa orang Lembah Indus sangat menekankan pentingnya kesuburan wanita. Beberapa dewa dan dewi Hindu, seperti Shiva, mungkin merupakan keturunan dari para dewi yang hidup pada zaman sebelumnya.
Setelah 300 tahun secara relatif hidup dalam damai, sekitar tahun 1500 BCE, bangsa Arya dari daerah barat laut mengalahkan bangsa Indus, dan menguasai India pada milenium berikutnya.

Bangsa Arya
Bangsa Arya datang dengan membawa bahasa Sansekerta. Mereka juga memperkenalkan sistem kasta, yang menempatkan orang-orang ke dalam bermacam-macam kasta atau warna berdasarkan kedudukan. Klarifikasi soal seperti ini menentukan dengan siapa mereka boleh menikah dan bergaul. Untuk menjalin hubungan secara dekat dengan Hinduisme, sistem kasta ini tidak membutuhkan waktu lama dan justru mendapatkan dukungan dari beberapa Kitab Suci Hindu. Bangsa Indus dan Arya saling terlibat dalam perkawinan campur dan melahirkan Kitab-Kitab Veda—yang merupakan kumpulan pujian-pujian dan hasil sastra. Kitab yang paling tua dan paling penting adalah Rig Veda, yang di dalamnya pujian dipersembahkan kepada dewa-dewi termasuk Indra, dewa langit, Agni, dewa api, dan Aditi, dewi ibu. Bentuk pemujaan dan disiplin spiritual yang dijelaskan pertama kali dalam Kitab-Kitab Veda masih merupakan bagian integral dari spiritual Hindu sekarang ini. Hinduisme menyerap banyak ide dari agama-agama lain ketika menyebar ke India bagian selatan, bagaikan sungai besar di mana banyak anak sungai yang mengalirkan airnya kepadanya. Secara berangsur-angsur dewa dipandang lebih sebagai dewa yang mencintai daripada dewa yang abstrak, dan pandangan ini mempengaruhi penulisan sastra spiritual klasik Hindu yang penuh cinta, yaitu Bhagavad Gita, yang berarti Nyanyian Dewa[10].

Sistem Kasta

Sistem kasta telah mendominasi kehidupan sosial di India selama berabad-abad dan mendapat dukungan dari Kitab-Kitab Suci Hindu. Sekarang sistem kasta itu ilegal[11], tetapi pembedaan kasta masih berpengaruh kuat di daerah-daerah negara India.
Menurut tradisi Hindu, ada empat warna yang diciptakan oleh Brahman, dewa tertinggi, pada waktu penciptaan. Waktu berjalan terus dan banyak suku bangsa dipengaruhi oleh Hinduisme dan sistem kasta yang semakin kompleks tumbuh berkembang. Kasta adalah pembagian-pembagian di dalam masyarakat yang didasarkan pada kedudukan manusia dan ribuan kasta serta subkasta masih terdapat di India.

Perusha
Keempat macam warna berasal dari sebuah kisah di dalam Rig Veda di mana dewa Brahma, yang mempunyai kuasa untuk mencipta, menciptakan manusia pertama, Perusha. Akhirnya, Perusha dikurbankan dan diambillah empat warna dari tubuhnya:
-          Warna tertinggi (putih)—kasta Brahmana—berasal dari mulut Perusha. Yang termasuk kasta Brahmana adalah para pendeta yang memimpin pelayanan dan upacara-upacara keagamaan serta menyanyikan ayat-ayat Kitab Suci.
-          Warna kedua (merah) —kasta Kesatria—berasal dari lengan Perusha. Kasta ini telah membentuk para prajurit dan penguasa India.
-          Warna ketiga (kuning)—kasta Waisya—berasal dari paha Perusha dan membentuk pusat-pusat kehidupan ekonomi dan sosial negara, seperti petani dan pebisnis.
-          Warna keempat (hitam)—kasta Sudra—berasal dari kaki Perusha, yang melayani bagian badan yang lain. Kasta ini membentuk para pekerja, yang memberikan pelayanan di tingkat paling dasar kepada orang lain.

Orang “Yang Hina Dina”
Orang-orang “yang hina dina” tidak termasuk salah satu kasta dan tidak melakukan tugas-tugas kasar apapun, seperti menyamak kulit dan mengubur jenazah manusia ataupun bangkai binatang. Mahatma Gandhi, seorang reformis Hindu, berusaha meningkatkan status kelompok besar golongan ini dengan menyebutnya kaum Harijan, yang artinya “anak-anak Dewa”. Selama berabad-abad orang-orang “yang hina dina” ini dilarang untuk terlibat dalam kehidupan sosial tetapi pelarangan ini dicabut pada tahun 1950. Kuil-kuil Hindu sekarang terbuka untuk siapa pun, tidak peduli dari kasta mana, dan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan pendidikan sekarang tersedia bagi semua orang. Meskipun demikian, di daerah pedesaan India, sistem kasta masih berlaku dan perkawinan hampir selalu dilarang bagi anggota kasta yang sama.
Ketika mereka membagi Manusia Pertama, menjadi berapa bagiankah mereka buat? Siapakah yang dari mulutnya? Siapakah yang dari lengannya? Kasta Brahmanalah mulutnya. Kasta Kesatrialah lengannya. Pahanya menjadi kasta Waisya. Kasta Sudra dari kakinya.
Rig Veda, Jilid 10[12]


Konsep Ketuhanan

Agama Hindu merupakan agama tertua di dunia dan rentang sejarahnya yang panjang menunjukkan bahwa agama Hindu telah melewati segala paham ketuhanan yang pernah ada di dunia. Menurut penelitian yang dilakukan oleh para sarjana, dalam tubuh Agama Hindu terdapat beberapa konsep ketuhanan, antara lain henoteisme, panteisme, monisme, monoteisme, politeisme, dan bahkan ateisme.
Konsep ketuhanan yang paling banyak dipakai adalah monoteisme (terutama dalam Weda, Agama Hindu Dharma dan Adwaita Wedanta), sedangkan konsep lainnya (ateisme, panteisme, henoteisme, monisme, politeisme) kurang diketahui. Sebenarnya konsep ketuhanan yang jamak tidak diakui oleh umat Hindu pada umumnya karena berdasarkan pengamatan para sarjana yang meneliti agama Hindu tidak secara menyeluruh.

 

Monoteisme

Dalam agama Hindu pada umumnya, konsep yang dipakai adalah monoteisme. Konsep tersebut dikenal sebagai filsafat Adwaita Wedanta yang berarti "tak ada duanya". Selayaknya konsep ketuhanan dalam agama monoteistik lainnya, Adwaita Wedanta menganggap bahwa Tuhan merupakan pusat segala kehidupan di alam semesta, dan dalam agama Hindu, Tuhan dikenal dengan sebutan Brahman.
Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman merupakan sesuatu yang tidak berawal namun juga tidak berakhir. Brahman merupakan pencipta sekaligus pelebur alam semesta. Brahman berada di mana-mana dan mengisi seluruh alam semesta. Brahman merupakan asal mula dari segala sesuatu yang ada di dunia. Segala sesuatu yang ada di alam semesta tunduk kepada Brahman tanpa kecuali. Dalam konsep tersebut, posisi para dewa disetarakan dengan malaikat dan enggan untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri, melainkan dipuji atas jasa-jasanya sebagai perantara Tuhan kepada umatnya.
Filsafat Adwaita Wedanta menganggap tidak ada yang setara dengan Brahman, Sang pencipta alam semesta. Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman hanya ada satu, tidak ada duanya, namun orang-orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama sesuai dengan sifatnya yang maha kuasa. Nama-nama kebesaran Tuhan kemudian diwujudkan ke dalam beragam bentuk Dewa-Dewi, seperti misalnya: Wisnu, Brahma, Siwa, Laksmi, Parwati, Saraswati, dan lain-lain. Dalam Agama Hindu Dharma (khususnya di Bali), konsep Ida Sang Hyang Widhi Wasa merupakan suatu bentuk monoteisme asli orang Bali.

 

Panteisme

Dalam salah satu Kitab Hindu yakni Upanishad, konsep yang ditekankan adalah panteisme. Konsep tersebut menyatakan bahwa Tuhan tidak memiliki wujud tertentu maupun tempat tinggal tertentu, melainkan Tuhan berada dan menyatu pada setiap ciptaannya, dan terdapat dalam setiap benda apapun[10], ibarat garam pada air laut. Dalam agama Hindu, konsep panteisme disebut dengan istilah Wyapi Wyapaka. Kitab Upanishad dari Agama Hindu mengatakan bahwa Tuhan memenuhi alam semesta tanpa wujud tertentu, beliau tidak berada di surga ataupun di dunia tertinggi namun berada pada setiap ciptaannya.

 

Ateisme

Agama Hindu diduga memiliki konsep ateisme (terdapat dalam ajaran Samkhya) yang dianggap positif oleh para teolog/sarjana dari Barat. Samkhya merupakan ajaran filsafat tertua dalam agama Hindu yang diduga menngandung sifat ateisme. Filsafat Samkhya dianggap tidak pernah membicarakan Tuhan dan terciptanya dunia beserta isinya bukan karena Tuhan, melainkan karena pertemuan Purusha dan Prakirti, asal mula segala sesuatu yang tidak berasal dan segala penyebab namun tidak memiliki penyebab. Oleh karena itu menurut filsafat Samkhya, Tuhan tidak pernah campur tangan. Ajaran filsafat ateisme dalam Hindu tersebut tidak ditemui dalam pelaksanaan Agama Hindu Dharma di Indonesia, namun ajaran filsafat tersebut (Samkhya) merupakan ajaran filsafat tertua di India. Ajaran ateisme dianggap sebagai salah satu sekte oleh umat Hindu Dharma dan tidak pernah diajarkan di Indonesia.

 

Konsep lainnya

Di samping mengenal konsep monoteisme, panteisme, dan ateisme yang terkenal, para sarjana mengungkapkan bahwa terdapat konsep henoteisme, politeisme, dan monisme dalam ajaran agama Hindu yang luas. Ditinjau dari berbagai istilah itu, agama Hindu paling banyak menjadi objek penelitian yang hasilnya tidak menggambarkan kesatuan pendapat para Indolog sebagai akibat berbedanya sumber informasi.
Agama Hindu pada umumnya hanya mengakui sebuah konsep saja, yakni monoteisme. Menurut pakar agama Hindu, konsep ketuhanan yang banyak terdapat dalam agama Hindu hanyalah akibat dari sebuah pengamatan yang sama dari para sarjana dan tidak melihat tubuh agama Hindu secara menyeluruh. Seperti misalnya, agama Hindu dianggap memiliki konsep politeisme namun konsep politeisme sangat tidak dianjurkan dalam Agama Hindu Dharma dan bertentangan dengan ajaran dalam Weda.
Meskipun banyak pandangan dan konsep Ketuhanan yang diamati dalam Hindu, dan dengan cara pelaksanaan yang berbeda-beda sebagaimana yang diajarkan dalam Catur Yoga, yaitu empat jalan untuk mencapai Tuhan, maka semuanya diperbolehkan. Mereka berpegang teguh kepada sloka yang mengatakan:
Jalan mana pun yang ditempuh manusia kepada-Ku, semuanya Aku terima dan Aku beri anugerah setimpal sesuai dengan penyerahan diri mereka. Semua orang mencariku dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna)[13]



Percaya kepada Allah[14]
Menurut Micahel Keene Hinduisme merupakan agama monoteis yang pengikut-pengikutnya percaya pada satu Allah, yaitu Brahman (Roh yang mutlak), yang tak dapat dijangkau dan dimengerti oleh manusia. Ada berjuta-juta gambar yang membuat Brahman bisa dilihat dan dikenal oleh para pemujanya.
Tidak semua penganut Hinduisme dari yang berjuta-juta orang itu percaya kepada Allah. Orang-orang Hindu “sekuler” ini mengakui pentingnya dasar tatanan di dalam alam semesta—bahwa musim panas datang sesudah musim semi, malam datang sesudah siang, dan panen datang sesudah musim tanam. Mereka melihat bahwa Hinduisme memberikan jaminan akan hal-hal ini namun mereka tidak mempercayai mitologinya.

Brahman
Sebagian besar orang Hindu percaya kepada Allah—atau sebaiknya kita menyebutnya “dewa-dewi”? Pengajaran Hindu dalam hal ini jauh dari jelas dan bahkan Kitab-Kitab Sucinya memberitakan hal-hal yang menimbulkan pertentangan. Rig Veda, misalnya, menyebutkan adanya 33 dewa-dewi, meskipun pada tempat lain dalam Kita Suci yang sama menyangkal bahwa dewa-dewi itu benar-benar ada. Tampaknya yang pasti adalah bahwa di dalam Hinduisme hanya ada satu Allah yang dipuja melalui berbagai bentuk dan cara. Allah yang satu ini disebut Brahman[15].
Brahman adalah Roh yang paling tinggi, di luar jangkauan manusia, tidak terbatas oleh waktu dan ruang. Brahman dapat dijumpai di seluruh alam semesta, Dia di atas segalanya. Dia adalah asal dari segala ciptaan—hakikat rahasia, hakikat sukacita, dan sang sejati. Brahman adalah seluruh dunia yang mengelilingi kita—namun Dia adalah dunia yang juga berada di dalam diri kita.
Dunia yang berada di dalam diri kita itu disebut atman, jiwa, dan baik Brahman maupun atman adalah satu, meskipun manusia tidak selalu menyadarinya. Surga dicapai dan lingkaran kelahiran, kehidupan, dan kematian berakhir jika Brahman dan jiwa bersatu kembali.

Dewa dan dewi
Dewa dan dewi dalam Hinduisme membuat agama ini menjadi agama yang penuh dengan keindahan. Dewa-dewi itu juga menghiasi semua aspek karakter Brahman. Rig Veda menjelaskan, “Untuk satu dewa, orang-orang bijak memberikan banyak nama, Agni, Yama, Matariswan,...” dan Kitab Suci lainnya menambahkan, “Bagi jiwa yang bangkit, Indra, Agni, Aditya, Candra, dan semua nama-nama ini melambangkan satu kekuatan dasar dan realitas spiritual.”
Dalam Hinduisme Allah bukan laki-laki ataupun perempuan, tetapi karena Brahman melingkupi segala makhluk, Ia bisa berwujud laki-laki, perempuan, dan bahkan binatang. Banyak dewa yang diberi hak untuk memperlihatkannya. Brahma, dewa pencipta, misalnya, juga selalu disebut Saraswati, dewi pengetahuan. Sesungguhnya, oleh para pemujanya, Saraswati jauh lebih terkenal daripada Brahma![16]

Patung Dewa-Dewi

Banyak sifat yang menggambarkan Brahman dinyatakan kepada dunia dengan berjuta-juta patung dewa dan dewi. Patung-patung ini memudahkan para pemujanya untuk mengenal “apa yang tidak diketahu”.
Orang Hindu percaya bahwa Yang Mahakuasa, Brahman, menguasai dunia dengan tiga sifat utamanya yang digambarkan dalam trimutri—Brahma, Vishnu, dan Shiva—tiga serangkai yang berkembang dalam Hinduisme sekitar 2.000 tahun yang lalu. Sekarang Brahma jarang sekali dipuja, tetapi Vishnu mempunyai berjuta-juta pengikut. Orang-orang Hindu percaya bahwa Vishnu datang ke dunia sebagai avatar—“yang turun ke dunia” atau “inkarnasi” —jika kuasa jahat sudah berbuat hal-hal yang tidak dapat diterima manusia. Sembilan dari sepuluh avatar Vishnu yang dijanjikan sudah terpenuhi[17].

Khrisna
Avatar Vishnu yang aling terkenal adalah mengambil wujud sapi, Khrisna, yang dipuja oleh orang-orang Hindu sebagai dewa pengejawantahannya. Ada banyak cerita dalam Kitab Suci yang mengilustrasikan kemasyhuran Khrisna sebagai seorang kekasih, prajurit, dan penguasa. Kedudukan Khrisna sebagian menjelaskan mengapa sapi merupakan binatang suci bagi orang Hindu sehingga tidak pernah disembelih.

Rama
Rama adalah avatar Vishnu lainnya yang sangat terkenal. Batara Rama adalah pahlawan dalam Ramayana, salah satu puisi kisah kepahlawanan dalam Hinduisme yang terbesar. Rama mengalahkan Ravana (Rahwana), si raja Iblis, yang memerintah Sri Langka, yang menculik istrinya, Shinta, dan dia memanggil Hanuman, dewa kera yang populer, supaya membantunya. Banyak orang Hindu sekarang memuja Hanuman sebagai simbol kekuatan dan energi.

Ganesha
Ganesha, dewa gajah, adalah salah satu dari dewa-dewa Hindu yang paling dicintai. Ganesha adalah anak laki-laki sulung Shiva dari istrinya yang cantik, Parvati. Dalam perjalanan pulang setelah sekian lama tidak berada di rumah, Shiva melihat seorang asing di rumahnya dan ia lalu memenggal kepalanya. Menyadari hal ini, bahwa ia membunuh anaknya sendiri, Shiva kemudian memenggal kepala seekor gajah dan menaruhnya di atas bahu anaknya. Bagi orang Hindu, kepala dan telinga gajah Ganesha yang besar itu menggambarkan perolehan ilmu melalui refleksi dan sikap mendengarkan, sedangkan kedua gadingnya, yang satu bentuknya utuh dan yang satunya lagi patah, melambangkan kesempurnaan dan ketidaksempurnaan, hal yang selalu terjadi di mana pun di dunia ini. Ganesha merupakan simbol kepemimpinan yang kokoh. Ia satu-satunya yang mampu menyingkirkan rintangan-rintangan dan dialah napas dari kebijaksanaan dan kesempurnaan. Barangkali tidak mengherankan bila orang-orang Hindu mengadakan pemujaan kepada Ganesha sebelum mereka menanamkan modalnya dalam bisnis baru atau mendirikan rumah baru.[18]

Kepercayaan

Menurut sejarah panjangnya, Hinduisme telah menarik dan mengambil banyak ide dari agama-agama lain. Tidak semua orang Hindu percaya pada hal-hal yang sama meskipun ada doktrin-doktrin pokok yang diterima oleh sebagian besar pengikutnya.
Pemahaman orang Hindu tentang kehidupan terpusat pada hubungan antara badan dengan jiwa atau atman. Badan adalah milik dunia, yang selalu berubah-ubah dan tidak sempurna, sedangkan atman adalah bagian dari realitas roh Brahman—sempurna, tidak berubah, dan kebenaran mutlak.
Dalam agama Hindu tidak dikenal istilah surga dan neraka sebagaimana dipahami agama-agama semitik. Bagi orang Hindu surga adalah reinkarnasi ke bentuk yang lebih baik, sedang neraka sebaliknya. Baik dan buruk perbuatan di masa sekarang menentukan bagaimana mereka akan lahir di masa mendatang.

Samsara
Samsara berarti “mengembara” dan menunjuk pada pengembaraan jiwa dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain, dari masa kehidupan yang satu ke masa kehidupan yang lain, dari lahir, hidup, sampai mati. Dapat dibandingan dengan tunas yang baru tumbuh di atas pohon pada setiap musim semi, meskipun tampaknya pohonnya sudah mati ketika musim dingin. Bagi orang Hindu, baik alam dunia maupun alam manusia mempunyai kecenderungan untuk “mengulang kembali” kehidupan yang sama.

Karma
Alasan mengapa semua benda yang hidup terus menerus dilahirkan kembali adalah karma, hukum sebab akibat. Orang Hindu percaya bahwa karma yang menumpuk dalam kehidupan sebelumnya pindah ke masa kini dan sangat menentukan wujud kelahiran jiwa kembali. Setiap orang Hindu berusaha menghindarkan diri dari efek karma pada kelahiran kembali berikutnya dengan melakukan perbuatan amal dan hidup dengan tidak mementingkan diri sendiri. Bhagavad Gita mengajarkan bahwa intulah satu-satunya cara supaya dapat dilahirkan kembali dengan sesedikit mungkin karma. Karma yang buruk memastikan bahwa jiwa manusia akan kembali pada kehidupan yang akan datang dengan tingkat yang lebih rendah.

Moksha
Moksha adalah akhir dari samsara—pengembaraan jiwa—dan merupakan tujuan setiap orang Hindu. Spiritualitas Hindu pertama-tama tertuju pada membawa jiwa manusia pada “pantai yang lain”, dengan kata lain, pengajaran untuk dapat pebebasan dari kelahiran kembali. Untuk menjalankannya orang Hindu merasa perlu untuk menetralisasi karma dengan cara menghindarkan diri dari semua keinginan. Cara ini adalah semacam mendapatkan emas dari logam yang masih kotor: cara ini membutuhkan usaha, tetapi akhirnya akan mendapatkan emas murni. Pada akhir proses ini jiwa masuk kembali ke dalam alam ilahi—Brahman.
Orang Hindu sering menggunakan gambaran sungai yang pada akhirnya mengalirkan airnya ke dalam lautan, dan ditelan olehnya. Peristiwa ini hanya bisa terjadi jika jiwa sungguh-sungguh suci dan tidak terpengaruh oleh hal-hal yang terjadi ketika hidup di dunia. Maka itu, jiwa dapat kembali pada bagian dari Brahman—yang dari-Nya jiwa itu berasal.[19]  


Kitab Suci
Kitab Suci Hindu ditulis dalam kurun waktu berabad-abad dan menggunakan berbagai bentuk tulisan. Kitab-Kitab Suci itu meliputi teks-teks filsafat yang sulit dimengerti sampai dengan legenda-legenda dan cerita-cerita kepahlawanan.
Kitab Suci Hinduisme dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu Kitab-Kitab Shruti dan Kitab-Kitab Smriti.

Shruti
Shruti (“Yang didengar) dianggap sebagai yang suci yang berada di dalam asal-usul segala sesuatu. Kitab-Kitab Shruti berarti puji-pujian kuno dari kitab-kitab Veda, yang ditulis pada akhir millennium kedua BCE dalam bahasa Sansekerta, bahasa India kuno. Rig Veda, kitab yang paling kuno dan paling suci, adalah kitab yang berisi 1.028 puisi yang merefleksikan kehidupan pengembaraan bangsa Aria yang berperang, yang bergembira karena terbitnya matahari setiap pagi, dan yang merefleksikan heningnya malam sunyi.
Kitab-Kitab Upanisbad adalah bagian terakhir dari Kitab-Kitab Veda. Judul kitab itu mengacu pada murid yang duduk di kaki Guru untuk mendapatkan kebijaksanaan. Kitab-Kitab Upanisbad memuat 120 percakapan antara guru dan muridnya serta berisi semua ajaran Hindu yang paling penting—yaitu mengenal Brahman dan Atman.

Smriti
Kitab-Kitab Smriti (“yang diingat”) adalah Kitab-Kitab Suci tentang asal-usul manusia. Kitab Suci itu berisi cerita rakyat yang diceritakan oleh penutur-penutur terlatih. Ramayana, kitab yang memuat 48.000 baris puisi, menceritakan kisah Rama dan Shinta serta merupakan sumber ajaran dan nasihat spiritual yang besar bagi orang Hindu.
Dengan 100.000 ayat, Mahabarata merupakan puisi yang terpanjang dalam bahasa apa pun dan ada ungkapan yang menyebutkan bahwa apa yang tidak terdapat dalam kisah kepahlawanan itu berarti tidak terdapat di India. Kitab ini mengisahkan perang antara dua keluarga, Pandawa dan Kurawa, saudara sepupunya. Pandawa terdiri dari lima laki-laki bersaudara yang terkenal karena imannya kepada Allah sedangkan Kurawa adalah sebuah keluarga yang terdiri dari 100 laki-laki bersaudara yang ebrwatak jahat.
Suatu pertempuran historis terjadi di antara mereka di Punjab dengan kemenangan di pihak Pandawa, pertempuran yang menggambarkan kemenangan terbesar kebaikan atas kejahatan. Mahabarata mengajarkan bahwa kebenaran merupakan sumber kemajuan bagi segala bangsa sementara kejahatan pada akhirnya mengakibatkan kehancuran.

Kuil

Bagi kebanyakan orang Hindu, kuil merupakan pusat kehidupan religious. Namun demikian, bagi sebagian umat yang lain, ibadat bersama-sama tidaklah penting dan karena itu mereka jarang pergi ke kuil.
Setiap kuil Hindu, atau yang dikenal dengan mandir, dipersembahkan kepada dewa tertentu, sering untuk Khrisna, dan patung dewa Khrisna diletakkan di ruang khusus, yang disebut garbhagrha. Umat Hindu beribadat bersama-sama di ruang utama kuil itu, yang disebut mandapa. Pendeta memasuki garbhagrha untuk memandikan dan member pakaian kepada patung dewa Khrisna serta mempersembahkan bunga, dupa, buah, dan persembahan yang lain. Selain itu, kain tirai yang memisahkan ruang mandapa dan garbhagrha disingkapkan sehingga para peserta ibadatdapat menyajikan persembahan mereka kepada dewa.
Garbhagrha biasanya memiliki atap berbentuk menara yang melambangkan gunung—yang oleh orang-orang Hindu dianggap sebagai bagian alam yang suci. Langit-langitnya sering diukir indah sekali dan dihiasi dengan kertas-kertas perak, emas, dan timah serta lampu-lampu kecil. Meskipun dipersembahkan kepada satu dewa, kuil itu melambangkan seluruh alam kosmos[20].
            Di Indonesia, nama kuil tempat ibadah orang-orang Hindu disebut Pura. Kata "Pura" sesungguhnya berasal dari akhiran bahasa Sanskerta (-pur, -puri, -pura, -puram, -pore), yang artinya adalah kota, kota berbenteng, atau kota dengan menara atau istana. Dalam perkembangan pemakaiannya di Pulau Bali, istilah "Pura" menjadi khusus untuk tempat ibadah; sedangkan istilah "Puri" menjadi khusus untuk tempat tinggal para raja dan bangsawan.
Tidak seperti candi atau kuil Hindu di India yang berupa bangunan tertutup, pura dirancang sebagai tempat ibadah di udara terbuka yang terdiri dari beberapa lingkungan yang dikelilingi tembok. Masing-masing lingkungan ini dihubungkan dengan gerbang atau gapura yang penuh berukiran indah. Lingkungan yang dikelilingi tembok ini memuat beberapa bangunan seperti pelinggih yaitu tempat suci bersemayam hyang, meru yaitu menara dengan atap bersusun, serta bale (pendopo atau paviliun). Struktur tempat suci pura mengikuti konsep Trimandala, yang memiliki tingkatan pada derajat kesuciannya, yakni:
  1. Nista mandala (Jaba pisan): zona terluar yang merupakan pintu masuk pura dari lingkungan luar. Pada zona ini biasanya berupa lapangan atau taman yang dapat digunakan untuk kegiatan pementasan tari atau tempat persiapan dalam melakukan berbagai upacara keagamaan.
  2. Madya mandala (Jaba tengah): zona tengah tempat aktivitas umat dan fasilitas pendukung. Pada zona ini biasanya terdapat Bale Kulkul, Bale Gong (Bale gamelan), Wantilan (Bale pertemuan), Bale Pesandekan, dan Perantenan.
  3. Utama mandala (Jero): yang merupakan zona paling suci di dalam pura. Di dalam zona tersuci ini terdapat Padmasana, Pelinggih Meru, Bale Piyasan, Bale Pepelik, Bale Panggungan, Bale Pawedan, Bale Murda, dan Gedong Penyimpenan.
Meskipun demikian tata letak untuk zona Nista mandala dan Madya mandala kadang tidak mutlak seperti demikian, karena beberapa bangunan seperti Bale Kulkul, atau Perantenan atau dapur pura dapat pula terletak di Nista mandala.
Pada aturan zona tata letak pura maupun puri (istana) di Bali, baik gerbang Candi bentar maupun Paduraksa merupakan satu kesatuan rancang arsitektur. Candi bentar merupakan gerbang untuk lingkungan terluar yang membatasi kawasan luar pura dengan Nista mandala zona terluar kompleks pura. Sedangkan gerbang Kori Agung atau Paduraksa digunakan sebagai gerbang di lingkungan dalam pura, dan digunakan untuk membatasi zona Madya mandala dengan Utama mandala sebagai kawasan tersuci pura Bali. Maka disimpulkan baik untuk kompleks pura maupun tempat tinggal bangsawan, candi bentar digunakan untuk lingkungan terluar, sedangkan paduraksa untuk lingkungan dalam[21].

Ibadat di Kuil
Sementara sebagian besar umat Hindu melaksanakan ibadat di rumah masing-masing, banyak juga yang secara teratur pergi beribadat ke kuil terdekat. Di tempat ini para peserta ibadat melakukan devosi, yang disebut bhakti, dengan menyalakan lilin dan berdoa serta, ketika mereka meninggalkan tempat ibadat, masing-masing diberi prashad (makanan yang sudah diberkati) yangs ebelumnya telah dipersembahkan kepada dewa hari itu. Pada petang hari, upacara istirahat malam dilaksanakan oleh pendeta dengan diiringi bunyi-bunyian bel dan drum selama patung dimandikan lagi dan kemudian diistirahatkan pada malam harinya.
Ibadat berkelompok (puja) juga terjadi di kuil dan dilakukan salah satu dari tiga bentuk:
-          Menyanyikan lagu-lagu pujian, atau bhajan, diiringi bel dan rebana sementara beberapa orang menari. Menari merupakan aspek penting dalam kebaktian Hindu dan mempunyai nilai simbolis mendalam. Pendeta membacakan Bhagavad Gita sebelum mengakhiri ibadat dengan damai: “Ya Allah, berilah kami damai, damai, damai.”
-          Arti adalah ibadat pembukaan. Pendeta menyalakan lima lilin di atas penampan untuk melambangkan lima unsur, yaitu api, tanah, udara, gas, dan air. Peserta ibadat melayangkan tangannya di atas nyala api dan kemudian di atas kepala mereka masing-masing untuk menerima kekuatan dan berkat Allah.
-          Havan adalah persembahan api. Dengan menggunakan kayu, kamper, dan minyak lemak kerbau (ghee), pendeta menyalakan api di atas altar api yang dapat dipindah, untuk melambangkan mulut dewa yang melahap sajian yang berada di hadapannya. Kisah-kisah dari Kitab-Kitab Veda diceritakan dan pendeta beserta para peserta ibadat mengikuti upacara pembasuhan diri untuk menandakan kesucian mereka di hadapan Allah[22].

Menyembah Allah

Hinduisme memberikan tiga cara yang unik kepada pengikutnya untuk menyembah Allah—dengan kata-kata suci, melagukan mantra, dan penggunaan mandala (pola geometris yang kompleks).
Banyak umat Hindu melakukan ibadat hanya di rumah, yang lain beribadat baik di rumah maupun di kuil, dan yang lainnya lagi hanya beribadat di kuil. Kata keramat, AUM atau OM, adalah kata yang pertama muncul dalam Kitab-Kitab Upanishad dan tersusun dari tiga unsur bunyi—“a”, “u”, dan “m” — menjadi satu kata yang disenandungkan dengan alunan suara yang dalam. Orang Hindu percaya bahwa kalau diucapkan, bunyi yang terdiri dari tiga unsur bunyi ini mengatakan:
-          tiga Kitab Veda dari bagian pertama;
-          tiga dunia—bumi, atmosfer, dan langit;
-          tiga dewa utama—Brahma, Vishnu, dan Shiva
Namun demikian, bagi kebanyakan umat Hindu, kata keramat ini menyatakan lebih daripada hal yang dinyatakan di atas. Mereka meyakini bahwa bunyi itu menjangkau seluruh alam semesta dan kesatuannya dengan Allah. Kata suci itu dipahami sebagai pernyataan persetujuan yang kuat tentang Allah: “Ya, ada keabadian di balik dunia yang selalu berubah-ubah.”
Umat Hindu senang kalau kata keramat itu benar-benar dapat dilihat di rumah mereka dan kata ini sering dapat dijumpai pada benda-benda sehari-hari, misal alat penindih kertas. Kata itu digunakan untuk mengakhiri kegiatan religius, peribadatan, dan tugas-tugas penting lain, juga ditempatkan pada awal dan akhir Kitab Suci Hindu.

Mantra
Mantra mempunyai peranan penting dalam semua peribadatan Hindu—sebagaimana halnya dalam peribadatan orang-orang Budha. Mantra adalah suatu ayat, kata atau sederet kata-kata yang dipercayai memiliki kekuatan ilahi.
Mantra diulang-ulang untuk meningkatkan pengertian dan kesadaran para peserta ibadat akan Allah. Mantra dipercayai dapat membawa pembebasan dari keduniawian dan hal-hal sepele yang biasanya menguasai pikiran manusia ke dalam alam spiritual yang sekaligus beraneka ragam. Umat Hindu sering menyanyikan mantra dengan tenang dalam perjalanan mereka menju tempat kerja[23].

Ibadat di Rumah

Keluarga adalah kelompok basis bagi masyarakat Hindu dan keluarga bertanggung jawab untuk menyelamatkan tradisi dan budaya Hindu. Hal yang paling penting dari tugas ini adalah ibadat yang benar dan pantas kepada dewa-dewi pujaan keluarga.
Kebanyakan ibadat Hindu diselenggarakan di rumah daripada di mandir. Setiap rumah memiliki tempat pemujaan yang di dalamnya terdapat gambar dewa pujaan—yang paling sering adalah Khrisna, yang dikenal karena cinta dan kebaikannya yang ia tunjukkan ketika ia datang ke dunia sebagai avatar Vishnu.
Anak-anak umat Hindu dididik untuk menjalankan lima tugas harian:
-          melakukan yoga atau meditasi,
-          menghormati dan memuja dewa pujaan keluarga,
-          menghormati anggota keluarga yang lebih tua dan para leluhur sepenuh hati,
-          menunjukkan sikap keramahtamahan keluarga kepada siapa pun termasuk kepada orang-orang suci
-          menghargai semua makhluk hidup

Pelaksanaan ibadat
Wanita Hindu bertanggung jawab paling berat atas kehidupan spiritual keluarga di rumah. Terserah kepada mereka bagaimana mereka menjamin semua ibadat dan perayaan keagamaan yang perlu dilakukan dan dirayakan dengan pantas. Hinduisme mempunyai tradisi kuat untuk menyampaikan cerita dan para wanitalah yang menjaga supaya cerita terbaik dapat diturunkan turun-menurun.
Setiap hari wanita bangun pagi-pagi, mandi sambil mrnyanyikan nama Tuhan dan mengenakan pakaian bersih. Dia memuja Tuhan dengan memandikan, memberi pakaian atau menghiasi patung dewa-dewi pujaan keluarga sebelum mempersembahkan saji-sajian berupa bunga, buah, dan dupa. Anggota keluarga lainnya kemudian mengikutinya. Ia menyalakan lampu yang sumbunya dicelukpan ke dalam ghee (minyak dari lemak kerbau). Batangan-batangan dupa dinyalakan dan nama Tuhan disebut berulang-ulang bersama-sama dengan doa harian—Gyatri Mantra—yang berbunyi, “Marilah kita melakukan meditasi dalam cahaya agung sang pencipta. Kiranya Ia berkenan membimbing kita dan menerangi pikiran kita.”
Pembacaan dari salah satu Kitab Suci sering dilakukan di depan mandala. Pada waktu pembacaan peserta ibadat duduk bersila di lantai dengan posisi badan tegak, menarik napas dalam-dalam untuk meningkatkan konsentrasi. Kata keramat, AUM atau OM, dinyanyikan terus menerus sambil melambaikan tangan di atas nyala lampu untuk mendapatkan kuasa dan kekuatan Tuhan.

Upacara Keagamaan

Ada 16 jenis upacara, atau samskara, yang menandai tahap-tahap kehidupan penting manusi—sejak sebelum pembuahan sampai dengan kematian. Jika ibadat yang benar dilakukan, efek buruk dari karma dapat dipatahkan dan kelahiran kembali yang lebih baik diperoleh dalam kehidupan yang akan datang.
Ketiga samskara yang pertama dilakukan sebelum kelahiran. Yang pertama dilakukan sebelum pembuahan, ketika suami-istri berdoa bahwa mungkin mereka mendapatka seorang anak. Yang kedua dilakukan pada permulaan mengandung, memohon supaya baik ibu maupun anaknya dilindungi dari roh-roh jahat. Yang ketiga dilakukan setelah tujuh bulan mengandung, memohon supaya kesehatan ibu dan anak terus terjamin. Begitu lahir bayinya dimandikan, kata keramat digambar pada lidahnya dengan pena emas yang dicelupkan ke dalam madu, dan tanda simbolis dibuat di dahinya.

Pemberian nama
Nama bayi dirahasiakan sampai dia berumur 11 atau 12 hari untuk menghindari roh jahat yang berusaha membawanya kabur sebelum perlindungan dengan samskara yang berikutnya diberikan. Pendeta mengikatkan tali warna merah tua pada bayi yang melambangkan perlindungan dan meletakkan sepotong emas di tangannya sebagai tanda datangnya nasib baik. Ramalan bintang bayi dibuat kemudian bayi diberi nama dengan menggunakan dua atau tiga huruf dari tanda zodiak mereka sebagai huruf permulaan. Untuk bayi laki-laki, samskara yang lain segera dilakukan: rambutnya dicukur dan ditimbang, lalu emas seberat rambutnya diberikan kepada fakir miskin.

Benang suci
Benang suci, atau upanayana, adalah samskerta ke-10 dan yang paling penting, di mana pendeta menempatkan benang di atas bahu seorang anak laki-laki. Upacara ini dilakukan pada anak laki-laki dari kasta Brahmana yang berusia antara lima sampai delapan tahun. Namun demikian, belakangan juga dilakukan untuk anggota keluarga dari kasta yang lebih rendah. Upacara ini menandai saat ketika anak laki-laki diserahkan ke tangan seorang Guru untuk mendapatkan pelajaran agama.

Perkawinan
Perkawinan member tanda mulainya status “berumah tangga” dan upacara ini merupakan samskara yang ke-13. Upacara perkawinan dilaksanakan di sekitar api suci dan penuh dengan simbol-simbol. Dalam upacara, kedua mempelai berjalan mengelilingi api suci tujuh langkah sambil bergandengan tangan, dan pada setiap langkah mereka saling membuat janji. Hukum Manu, suatu Kitab Suci, mengatakan bahwa seorang istri harus selalu mencintai dan menghormati suaminya, dan umat Hindu ortodoks tidak mengizinkan perceraian apa pun alasannya.

Kematian
Anyesti, adalah samskerta terakhir, yaitu upacara penguburan. Menurut tradisi, anak laki-laki tertua memimpin upacara penguburan di tempat kremasi dan anak laki-laki termuda memimpin upacara setelah kembali ke rumah. Setiap orang Hindu mengharapkan agar dapat mati di dekat sungai Gangga supaya tulang-tulang dan abu mereka dapat tenggelam di dalam air—sehingga mereka dapat mengakhiri lingkaran kelahiran kembali[24]. Ritual kremasi di Indonesia dikenal sebagai upacara Ngaben.

Perayaan Keagamaan

Hinduisme merupakan agama yang mempunyai banyak perayaan meskipun sebagian besar hanya dirayakan secara local. Perayaan dipandang sebagai usaha untuk memberikan jaminan terhadap kelanggengan tradisi Hindu dan membantu anak-anak untuk mengetahui dewa-dewi.
Perayaan keagamaan Hindu dapat dibagi menjadi tiga kelompok.

Perayaan menurut penanggalan Hindu
Perayaan kelompok pertama ini didasarkan pada penanggalan Hindu, yang mengikuti pola enam musim dalam setahun atau sepanjang 354 hari. Masing-masing musim berlangsung selama dua bulan dan perayaan-perayaan itu adalah untuk musim semi (Maret sampai Mei); musim panas (Mei sampai Juli); musim hujan (Juli sampai September); musim gugur (September sampai November); musim dingin (November sampai Januari) dan musim gembira (Januari sampai Maret). Divali, perayaan Cahaya, berlangsung selama lima hari dalam bulan Oktober atau November dan merupakan perayaan Hindu yang dirayakan secara luas. Bagi banyak umat Hindu, Divali merupakan saat untuk menyambut kedatangan Lakhsmi, dewi kemakmuran dan kebahagiaan, ke dalam ruh mereka.
Dassehra juga dilaksanakan pada bulan Oktober atau November untuk memuji kebaikan para dewa. Perdebatan atau pertengkaran apa pun harus diselesaikan sebelum perayaan berakhir, menciptakan kesejahteraan di dalam masyarakat.
Sarasvati adalah nama yang diambil dari nama dewi ilmu pengetahuan yang terkenal dan dapat dirayakan kapan saja. Patung dewi berupa wanita cantik menunggangi seekor angsa itu diarak sepanjang jalan.

Perayaan yang berhubungan dengan musim bercocok tanam
Kelompok kedua terdiri dari perayaan yang berhubungan dengan musim khusus dalam tahun musim tanam. Negara yang tergantung pada pertanian, musim menabur benih dan musim panen adalah saat yang paling vital sepanjang tahun. Navarati, “perayaan sembilan malam”, adalah perayaan masa tabur benih untuk panenan musim dingin. Ketika perayaan dimulai, beberapa biji jawawut ditaburkan di atas pinggan kecil supaya kelak biji itu dapat mulai bertunas.

Mela
Kelompok ketiga adalah perayaan peristiwa-peristiwa penting di dalam legenda Hindu yang dikenal dengan istilah mela. Kumbh Mela dilaksanakan setiap dua tahun sekali dan berkisar pada empat macam hal, yaitu Haridwar, Nasik, Prayaga, dan Ujjain. Mitos di balik perayaan ini adalah perang antara para dewa dengan roh-roh jahat di atas suatu buyung yang menyimpan minuman kehidupan kekal. Para dewa menang, tetapi selama peperangan ada empat tetes minuman kehidupan kekal itu jatuh menumpahi tempat di mana Kumbh Mela dilaksanakan[25].

Jalan Keselamatan

Ada empat jalan religius atau cara untuk menemukan keselamatan pribadi. Terserah pada setiap orang untuk memilih jalan mana yang ia ambil, meskipun beberapa di antaranya lebih sulit daripada yang lain.
Keempat jalan untuk keselamatan pribadi di dalam Hinduisme adalah sarana yang dapat digunakan oleh orang untuk menemukan pembebasan akhir dari lingkaran lahir, hidup, dan mati yang tampaknya tak ada habisnya.

Jalan bhakti
Bhakti adalah ibadat penuh kasih untuk salah satu dewa. Tempat pemujaan keluarga yang dapat ditemukan di setiap rumah orang Hindu memiliki peranan yang sangat penting dalam bhakti karena di situlah setiap orang Hindu melaksanakan puja sebagai wujud devosi pribadi. Menyanyikan lagu pujian, menyampaikan cerita dewa-dewi, drama religius, menari, dan merayakan perayaan keagamaan, semuanya ini merupakan unsur-unsur tradisi bhakti.

Jalan karma
Menurut Bhagavad Gita, hokum moral kehidupan menyatakan bahwa perbuatan baik membuahkan kebaikan sedangkan perbuatan jahat membuahkan kejahatan—hukum karma. Perbuatan ini seperti halnya mata rantai sebab akibat karena cara manusia hidup di dalam suatu kehidupan akan mempengaruhi bagaimana mereka akan kembali pada kehidupan selanjutnya. Umat Hindu percaya bahwa apa pun yang dilakukan oleh seseorang benar-benar mempengaruhi karma mereka. Maka itu, setiap orang harus berhati-hati agar hanya melakukan perbuatan yang menghasilkan karma yang baik.

Jalan jnana
Jnana adalah jalan yang paling sukar bagi seseorang untuk mustahil. Hanya beberapa orang saja yang mampu membebaskan diri dari keterikatan duniawi melalui penguasaan Kitab Suci secara mantap.

Jalan yoga[26]
Yoga adalah disiplin spiritual terhadap latihan-latihan fisik dan mental yang telah dilaksanakan di India selama beribu-ribu tahun. Latihan-latihan itu dimaksudkan untuk membangun penguasaan diri terhadap pikiran dan tubuh mereka. Kitab Suci kuno menyajikan sejumlah persyaratan bagi orang-orang yang ingin menggunakan yoga untuk mematahkan keterikatan duniawi. Mereka harus mampu untuk mengendalikan diri, tidak melakukan kekerasan, jujur, suci, dan menghindari kerakusan. Mereka harus menguasai posisi yoga tertentu, yang paling penting adalah posisi teratai—sikap duduk bersila tentang kedua kaki ditumpangkan di atas paha. Latihan pernapasan juga membantu konsentrasi, demikian juga pemusatan pikiran pada patung dewa. Mantra juga bisa dinyanyikan untuk membimbing pikiran maju ke depan dan dengan demikian dapat meningkatkan kesadaran akan kesendiriannya dengan roh tertinggi, Brahman.

Ziarah

Walaupun umat Hindu tidak berkewajiban untuk berziarah ke tempat-tempat suci, banyak dari mereka yang lebih senang melakukannya. Melakukan perjalanan semacam itu, seiring dalam jarak yang jauh dan jelas menimbulkan penderitaan, membantu para peziarah untuk menumbuhkan kekuatan spiritual yang dalam. Ziarah juga merupakan cara untuk mewujudkan devosi dan mencintai Tuhan.
Orang Hindu menjadikan ziarah sebagai bagian dari perjalanan hidup spiritual mereka dengan bermacam alasan: untuk melaksanakan kaul spiritual yang telah mereka janjikan kepada dewa terpilih; untuk menebus dosa karena telah melanggar peraturan agama; untuk mempersembahkan saji-sajian sebagai ucapan terima kasih atas kelahiran seorang bayi; untuk mendapatkan kemurahan religius; untuk membersihkan hati; atau hanya sekedar  menjalankan devosi kepada dewa-dewi mereka. Yang lain melakukan ziarah untuk mengenang anggota keluarga yang meninggal. Kebanyakan orang Hindu menginginkan abu mereka ditaburkan di sungai suci dengan harapan bahwa tindakan ini mereka dapat terhindar dari lingkaran kelahiran kembali. Ziarah juga memberikan kesempatan kepada para peziarah untuk darshan—berada dalam kehadiran Allah; murti—“melihat” yang ilahi dalam bentuk patung kuil; dan memperoleh berkat.

Tempat-tempat suci
Banyak tempat di India diakui oleh orang Hindu sebagai tempat suci—sudah barang tentu, bagi banyak orang Hindu, Negara India adalah negara suci. Tempat-tempat khusus dapat menjadi tempat yang sangat ramai pada hari-hari raya keagamaan, tempat tujuan yang paling populer bisa gunung, kuil, dan sungai. Pegunungan Himalaya dipercayai sebagai dewa Himalaya, ayah dari istri Shiva, Parvati. Diyakini bahwa Shiva sendiri duduk bersemedi di Gunung Kailas[27].
Bagi orang Hindu, ada tujuh sungai suci—Indus, Gangga, Godavari, Narmada, Jumna, Saraswati (yang mengalir di bawah tanah), dan Kauveri. Tiga dari sungai ini—Gangga, Narmada, dan Kauveri—diperlakukan sebagai dewi. Di daerah yang sering tandus dan tidak subur, sungai dipuja sebagai pembawa kehidupan dan energi.

Hinduisme Dewasa Ini

Ada lebih dari 800 juta umat Hindu di dunia dewasa ini dan komunitas Hindu yang cukup besar ada di lebih dari 160 negara. Satu di antara enam orang di dunia modern ini adalah orang Hindu.
Rumah spiritual Hinduisme adalah India, di mana 85 persen dari seluruh umat Hindu—sekitar 650 juta orang—tinggal di sana. Ada beberapa gerakan reformasi Hindu pada abad ke-19 dan ke-20 yang menentang sistem kasta dan bentuk-bentuk tekanan lain di India. Reformis yang paling terkenal ialah Mahatma Gandhi, yang memimpin India dalam kampanye spiritual untuk kelompok “yang hina dina”, kasta paling rendah, yang telah mereduksi jutaan orang Hindu pada kemelaratan.
Sekarang, komunitas-komunitas Hindu yang besar dapat dijumpai di Hindia Barat dan Afrika, juga di Sri Langka, Guyana, Fiji, dan Bali. Sekitar 800.000 umat Hindu tinggal di Amerika Serikat. Di negara ini ada banyak kuil, termasuk kuil Shiva-Vishnu di Livermore, California, di mana ada usaha yang dilakukan untuk menyediakan fasilitas yang berguna bagi bermacam-macam keturunan Hindu yang dijumpai di negara ini. Sebuah perkumpulan pendeta berusaha mendapatkan kebutuhan-kebutuhan spiritual dari orang-orang Hindu setempat. Komunitas-komunitas Hindu yang kecil juga dapat dijumpai di seluruh Eropa dengan komunitas terbesar yang berada di luar Britania, yaitu di Belanda dengan 160.000 pengikut[28].

Hubungan Hindu dengan Agama Lain

Agama ini memiliki ciri khas sebagai salah satu agama yang paling toleran, yang mana di dalam kitab Weda dalam salah satu baitnya memuat kalimat berikut:
Sanskerta: एकम् सत् विप्रा: बहुधा वदन्ति
Alihaksara: Ekam Sat Vipraaha Bahudhaa Vadanti
Cara baca dalam bahasa Indonesia: Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti
Bahasa Indonesia: "Hanya ada satu kebenaran tetapi para orang pandai menyebut-Nya dengan banyak nama."
Rg Weda (Buku I, Gita CLXIV, Bait 46)

Dalam berbagai pustaka suci Hindu, banyak terdapat sloka-sloka yang mencerminkan toleransi dan sikap yang adil oleh Tuhan. Umat Hindu menghormati kebenaran dari mana pun datangnya dan menganggap bahwa semua agama bertujuan sama, yaitu menuju Tuhan, namun dengan berbagai sudut pandang dan cara pelaksanaan yang berbeda. Hal itu diuraikan dalam kitab suci mereka sebagai berikut:
samo ‘haṁ sarva-bhūteṣu na me dveṣyo ‘sti na priyah
ye bhajanti tu māṁ bhaktyā mayi te teṣu cāpy aham
(Bhagawadgita, IX:29)
Arti:
Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk.
Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi.
Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula

Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham,
mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah
(Bhagawadgita, 4:11)
Arti:
Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku,
Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku
dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna)

Yo yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati,
tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aham
(Bhagawadgita, 7:21)
Arti:
Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,
Aku perlakukan mereka sama dan
Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap

Meskipun ada yang menganggap Dewa-Dewi merupakan Tuhan tersendiri, namun umat Hindu memandangnya sebagai cara pemujaan yang salah. Dalam Kitab Suci mereka, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda:

ye ‘py anya-devatā-bhaktā yajante śraddhayānvitāḥ
te ‘pi mām eva kaunteya yajanty avidhi-pūrvakam
(Bhagawadgita, IX:23)
Arti:
Orang-orang yang menyembah Dewa-Dewa dengan penuh keyakinannya
sesungguhnya hanya menyembah-Ku, tetapi mereka melakukannya
dengan cara yang keliru, wahai putera Kunti (Arjuna)

Pemeluk agama Hindu juga mengenal arti Ahimsa dan "Satya Jayate Anertam". Mereka diharapkan tidak suka (tidak boleh) membunuh secara biadab tapi untuk kehidupan pembunuhan dilakukan kepada binatang berbisa (nyamuk) untuk makanan sesuai swadarmanya, dan diminta jujur dalam melakukan segala pikiran, perkataan, dan perbuatan[29].




[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu diakses pada tanggal 30 Maret 2013 pukul 23.36 WIB
[2] Michael Keene, Agama-Agama Dunia, Kanisius, 2006 hal 8-9
[3] http://sp2010.bps.go.id/. Diakses pada tanggal 30 Maret 2013 pukul 23.20 WIB
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Umat_Hindu. Diakses pada tanggal 30 Maret 2013 pukul 23.23 WIB
[5] Dalam bahasa Inggris penanggalan masehi disebut "Anno Domini" / AD (dari bahasa Latin yang berarti "Tahun Tuhan kita") atau Common Era / CE (Era Umum) untuk era Masehi, dan "Before Christ" / BC (sebelum [kelahiran] Kristus) atau Before Common Era / BCE (Sebelum Era Umum). Sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Masehi diakses pada 30 Maret 2013 pukul 23.42 WIB
[6] Sebagaimana ditulis di halaman sebelumnya, Hindu diperkirakan muncul pada 3102-1300 SM
[7] Michael Keene, Agama-Agama Dunia, Kanisius, 2006 hal 10
[8] http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu diakses pada tanggal 30 Maret 2013 pukul 23.34 WIB
[9] Ada yang meyakini bahwa nama Hindu sebenarnya merupakan julukan, bukan nama agama. Julukan yang dimaksud adalah julukan bagi orang-orang yang tinggal di Hindia, nama Indonesia dahulu. Tapi sumber ini sangat lemah dan sifatnya hanya spekulatif. Di antara bukti sejarah yang diajukan adalah kisah-kisah Ramayana dan Mahabarata di mana tokoh-tokoh pewayangan itu menjadi cerita rakyat di beberapa wilayah di Jawa bagian selatan. Semisal Hanuman menjadi tokoh cerita di goa Jatijajar Kebumen Jawa Tengah. (Diskusi dengan Anton Budi Santoso, April 2013 di Pondok Pesantren Alumni Nailul Ula Plosokuning, Minomartani, Ngaglik, Sleman).
[10] Michael Keene, Agama-Agama Dunia, Kanisius, 2006 hal 10-11
[11] Merujuk gerakan yang dilakukan oleh reformis Mahatma Ghandi tentang penolakan sistem kasta di abad ke-19
[12] Michael Keene, Agama-Agama Dunia, Kanisius, 2006 hal 12-13
[13] http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu diakses pada tanggal 31 Maret 2013 pukul 06.10 WIB
[14] Penggunaan kata Allah ini lazim digunakan di buku-buku terjemahan. Untuk mengatakan Bahwa Brahman merupakan realitas tertinggi yang tak terjangkau. Konsep Brahman tentang realitas Roh hampir sama dengan Islam. Yang berbeda adalah penempatan Allah sebagai dzat. Dalam Hindu Allah dianggap sebagai dewa, sementara Islam menyebut Allah sebagai realitas tersendiri yang maha segala-galanya. Untuk Hindu Michael Keene bahkan menulis “atau sebaiknya kita menyebutnya “dewa-dewi’?”
[15] Menegaskan bahwa Allah Brahman ini adalah realitas tertinggi
[16] Agaknya karakter feminism pada Tuhan lebih menonjol. Di Islam sendiri, nama Asma’ul Husna didominasi sifat-sifat yang diaktegorikan “feminim”. Michael Keene, Agama-Agama Dunia, Kanisius, 2006 hal 14-15
[17] Dalam Purana (salah satu Kitab Suci Hindu) Avatar terakhir ialah Kalki Avatar. Banyak spekulasi mengenai turunnya Avatar ini namun kami tidak akan membahasnya lebih lanjut.
[18] Michael Keene, Agama-Agama Dunia, Kanisius, 2006 hal 16-17
[19] Michael Keene, Agama-Agama Dunia, Kanisius, 2006 hal 18-19
[20] Michael Keene, Agama-Agama Dunia, Kanisius, 2006 hal 18-19
[21] http://id.wikipedia.org/wiki/Pura diakses pada tanggal 31 Maret 2013 pukul 05.40 WIB
[22] [22] Michael Keene, Agama-Agama Dunia, Kanisius, 2006 hal 22-23
[23] [23] Michael Keene, Agama-Agama Dunia, Kanisius, 2006 hal 24-25
[24] Michael Keene, Agama-Agama Dunia, Kanisius, 2006 hal 28-29
[25]  Michael Keene, Agama-Agama Dunia, Kanisius, 2006 hal 30-31
[26] Yoga ini pernah menjadi polemik di tubuh Majelis Ulama’ Indonesia antara membolehkan dan mengharamkannya bagi umat Islam di Indonesia.
[27] Terletak di perbatasan China/Tibet
[28] Michael Keene, Agama-Agama Dunia, Kanisius, 2006 hal 36-37
[29] http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu diakses pada tanggal 31 Maret 2013 pukul 06.16 WIB