Monday, April 14, 2014

HIDUP ITU PENDAKIAN

Catatan seorang pendaki pemula

"Kita menantang impian..
Di atas awan kita kan menang...
Kita menakluk dunia
Di atas awan... Kita kan menang-menang..."

(Nidji, Di Atas Awan)


Aku memang belum banyak mendaki seperti teman-teman lain, sebut saja Roihan yang sudah menjamah puncak Sindoro, Sumbing, Merapi dan entah berapa puncak lainnya. Juga belum seperti Faradilla yang sudah menyaksikan Jawa dari puncak tertinggi Jawa, Mahameru. Namun aku selalu menemukan kesan setiap kali kaki ini menapakkan jejaknya di puncak gunung. Kesan kehidupan...
Ya, pernahkan kawan sadari, semasa kecil kita selalu membayangkan gunung sebagai bukit mulus yang berdiri angkuh begitu saja? Gunung selalu terlihat indah, dan kita merasa mudah untuk mencapai puncaknya. Wong mung ngono thok! Begitu kira-kira pikiran yang terbangun semasa kecil. Gunung merupakan aksesoris tak terpisahkan jika guru member tugas menggambar pemandangan.
Semasa kecil, kita juga selalu membayangkan hidup ini indah, serba senang. Kita selalu membayangkan hidup itu perjalanan singkat yang goalnya adalah perjumpaan kita dengan Dzat yang Mahadirindu. Sampai-sampai kita, terkadang,menafikan kehidupan di dunia demi kehidupan yang sebenarnya.
Kesan pertama selalu membekas selamanya. Begitu pula riwayat pendakianku, seorang pendaki pemula yang minim jam terbang. Bukit (masyarakat sekitar menyebutnya gunung) Pranji (sekitar 400 mdpl) merupakan "gunung" yang pertama kali menyuguhkan pemandangan menakjubkan. Pengalaman ini terjadi 2005 silam, saat aku memulai petualanganku di pulau Jawa. Gn Sindoro, Sumbing, Merapi dan Slamet membentuk satu kesatuan diiringi bukit-bukit yang membentang.
Awal 2014 lalu menjadi pengalaman keduaku menaklukkan gunung. Kali ini gn Merbabu, puncak Syarif (sekitar 3085 mdpl). Perjuangan hebat selama berjam-jam melawan dingin dan ngilu udara puncak, tertebus sebuah lukisan hidup bernama cakrawala fajar. Kami di atas awan! Lawu, Sindoro, Sumbing, Andong, Telomoyo dan Ungaran membius diriku yang selalu sombong. Aku merasakan diriku begitu kerdil dengan semua karya-Nya yang agung. Ini lebih hebat dari Pranji.
Kemarin, belum lama ini, sudut keindahan gunung menawarkan pesona yang lain. Saat teman mengabarkan akan mendaki gunung Andong, aku sempat bertanya-tanya, di mana letak gunung bernama aneh itu? Ternyata tak jauh dari Merbabu. Berdampingan mesra dengan bukit Telomoyo.Wah sangat kerdil sekali! Pikirku saat itu.
Allah! Perjalanan yang kuprediksikan mudah ternyata cukup menantang. Gunung itu memang 'hanya' menjulang setinggi 1726 mdpl. Akan tetapi jalan terjal dan menyusuri tebing menjadi cerita lain yang menarik. Jalur benar-benar menanjak dan menanjak, tak kenal medan untuk sekedar bersantai ria.
Dan inilah sisi lain dari keindahan yang ditawarkan itu! Kadang sesuatu yang kita sepelekan, justru itu yang lebih baik. Seperti Andong yang menurutku menawarkan keindahan lebih dari Merbabu dan Pranji. Atau ketiganya sama-sama indah hanya menawarkan dari sudut pandang berbeda. Atau aku yang masih terbius menyaksikan betapa negaraku begitu hebat keindahan alamnya. Entahlah...
Suatu ketika aku merasa lebih besar dari seseorang yang memang tidak kelihatan besar. Dan maafkan Tuhan, aku telah sombong dan menafikan sisi tertutup yang Kau titipkan pada ciptaan-Mu yang tak pernah terpisah dari kata indah. Hanya aku memang perlu mendaki dan mendaki untuk menjadi lebih bijak.

Rhetor, 14 April 2014
17:15