Friday, February 24, 2017

Catatan Kecil Harian

Bab Pekerjaan
Senyum sesaat sebelum menyandang gelar S.P (sarjana pengangguran)


Guru realitaku adalah spiritualitas.
Guru spiritualku adalah realitas (kata Gus Dur).

Seringkali, di saat ngepoin akun instagram dan media sosial teman yang lain, hatiku gundah gulana. Betapa tidak. Di akun yang dibuat untuk riya itu, mereka menampilkan banyak hal yang membuatku murung meratapi nasib.
Salah satunya adalah soal pekerjaan. Oh, man! Kini usiaku 24 tahun. Ketika di jalan ditanya, 'Kerja di mana, mas?' Saat itulah kebingungan melanda. Aku harus jawab bagaimana? Sementara di akun-akun medsos itu, banyak teman yang memperlihatkan kesuksesan di usia muda. Mereka memberi banyak tips sukses yang membuatku (jujur saja) sangat stres. Kok aku ra iso?
Mungkin ini dialami banyak wisudawan, terutama wisudawan galau sepertiku yang belum tahu prioritas. Hidup rasanya diombang-ambing gak karuan.
Ketika pikiran hampir mengutuk nasib, ada bisikan yang sering kudengar dari petuah-petuah semasa nyantri beberapa tahun silam.
"Bekerja itu diniati untuk ibadah, bukan cari sejumlah uang. Jika uang yang kamu cari dan suatu saat kau tidak mendapatkan sejumlah yang kau inginkan, kau bisa-bisa tidak mau lagi untuk bekerja."
Memang. Ada orang yang gajinya 1 juta perbulan tapi bisa menghidupi 5 orang anaknya. Ada yang gajinya 10 juta tapi masih saja hidupnya kurang sampai seringkali merampok uang orang lain: korupsi!
Ya, itulah rahasia rejeki. Ia tidak semata-mata kalkulasi. Banyak hal yang jadi misteri. Untuk itu selalu bersyukur dan ingat ilahi. Dan tulisan ini sebenarnya adalah buah kegalauan hati yang coba diobati...

Yogyakarta, 25 Februari 2017
Dini hari