Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
(QS. Al-Hujurat: 6)
Tugas utama seorang wartawan adalah membuat berita.
Karena pada dasarnya, inti dari kegiatan jurnalisme ialah menyampaikan berita.
Dari wartawan, informasi penting dan menarik yang ada di belahan dunia dapat
diketahui. Sebab wartawan, berbagai fakta yang awalnya tertutup bisa terungkap dengan
jelas.
Dalam jurnalisme, membuat berita yang jujur, aktual
dan faktual merupakan kewajiban yang tidak boleh ditawar oleh seorang jurnalis.
Seorang wartawan tidak boleh membuat berita tanpa fakta. Namun, kegiatan
membuat berita yang seperti itu tidak semudah yang dibayangkan banyak orang.
Seorang wartawan harus dibekali skill dan teknik yang memadai. Bukan hanya itu,
wartawan juga harus memiliki mental baja agar tetap independen.
Wartawan yang dapat menjalankan tugasnya dengan baik
dan sesuai dengan kode etik disebut wartawan profesional. Ployd G. Arpam
menyebut sedikitnya lima ciri-ciri wartawan profesional.
1. Menguasai bahasa;
2. Mengetahui jiwa kemanusiaan;
3. Berpengetahuan luas;
4. Punya kematangan pikiran; dan
5. Punya ketajaman pikiran.
Kelima karakteristik tersebut bisa saja bertambah,
tergantung persepsi orang memandang bagaimana wartawan yang profesional itu.
John Honhenbero juga berpendapat ada lima ciri-ciri wartawan profesional,
tetapi berbeda dengan apa yang disbutkan oleh Ployd di atas. Akan tetapi secara
umum pendapat Ployd bisa dijadikan pedoman dalam melihat ciri-ciri wartawan
profesional.
Pertama, menguasai bahasa. Namun bukan berarti
wartawan harus menguasai semua bahasa yang ada di dunia seperti bahasa-bahasa
daerah yang tidak terhitung jumlahnya. Menguasai bahasa ini lebih dimaknai
sebagai bisa berbahasa sampai ke akar-akarnya (grammar, tata bahasa dll)..
Selain itu, seorang wartawan paling tidak menguasai bahasa internasional,
minimal bahasa Inggris.
Kedua, mengetahui jiwa kemanusiaan. Dalam
melakukan peliputan, seorang wartawan harus memahami kondisi kejiwaan narasumber.
Memahami jiwa berarti bisa membedakan pertanyaan yang diajukan kepada
narasumber-narasumber tertentu. Misalnya dalam mewawancarai korban pemerkosaan,
tentu pertanyaan yang diajukan berbeda dengan mewawancarai juara turnamen.
Ketiga, berpengetahuan luas. Artinya adalah seorang
wartawan yang profesional mengerti secara menyeluruh apa yang menjadi objek
beritanya. Jangan sampai, seorang wartawan menyajikan berita sekenanya.
Contohnya, ketika meliput kasus kriminal maka yang layak diwawancarai tentu adalah
kepolisian, bukan polisi lalu lintas. Seorang wartawan yang profesional
semestinya bisa mengetahui banyak disiplin ilmu. Ini agar wartawan tersebut
bisa ditempatkan di segala bidang, mulai olahraga, hiburan dsb-nya.
Keempat, punya kematangan pikiran. Kematangan
pikiran merupakan hal yang sangat penting bagi seorang wartawan profesional.
Dengan kematangan pikiran, seorang wartawan dapat memilah fakta-fakta yang akan
digunakan untuk menyusun berita. Seorang wartawan tidak boleh terburu-buru
dalam menyajikan sebuah berita, terlebih jika berita tersebut bisa menjatuhkan
satu pihak. Dalam memberitakan kasus Cebongan di DIY misalnya, seorang wartawan
profesional harus mampu memikirkan bagaimana agar beritanya tidak memihak dan
tetap sesuai dengan hukum yang berlaku di negara.
Kelima, punya ketajaman pikiran. Wartawan
profesional dituntut menjadi orang yang cerdas. Artinya, wartawan tersebut
mampu mengetahui mana yang layak dijadikan berita dan mana yang tidak. Selain
itu, wartawan harus bisa menganalisa suatu berita agar berita itu bisa diterima akal sehat dan berisi.
Penjabaran di atas merupakan penjabaran yang masih
sangat umum. Selain hal-hal di atas, wartawan juga perlu dibekali dengan aspek
religiusitas dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dimaksudkan agar pekerjaan
wartawan bisa menjadi ibadah. Dalam Islam, pekerjaan apapun yang disandarkan
pada niat lillahi ta’ala bisa disebut sebagai ibadah. Semua itu
tergantung niatnya. Innamal a’malu bin niyaati.
Wartawan bukan tanpa tuntunan dalam agama Islam. Islam
menjadi agama yang begitu peduli terhadap profesi ini. Dalam sebuah firman,
Allah Swt memperingatkan agar hamba-Nya senantiasa menjalankan amanah yang
diembannya.
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah
kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu
mengkhianati amanat yang dipercayakan kepada kamu, sedang kamu mengetahui.”(QS. Al-Anfal: 27)
Perintah di atas memuat perintah nayata untuk
menjalankan amanat yang diberikan. Wartawan merupakan profesi yang bertugas
menyampaikan berita yang benar, faktual dan aktual. Maka jangan sekali-kali
melanggar amanat tersebut.
Dalam menerima fakta atau informasi dari narasumber,
seorang wartawan juga tidak boleh percaya begitu saja. Apalagi jika yang
menyampaikan informasi itu pelaku kejahatan, koruptor dan sejenisnya. Wartawan
harus melakukan check and re-check agar beritanya benar. Dalam surat Al-Hujurat
ayat 6, Allah Swt sudah memperingatkannya.
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang
kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Peringatan itu benar-benar terjadi di dunia
jurnalistik. Banyak wartawan yang harus kehilangan pekerjaannya karena membuat
berita bohong atau didasari fakta yang keliru. Seorang wartawan profesional
selalu menggunakan kode etik sebagai kendaraan kerjanya. Di dalam kode etik
jurnalistik segala aturan main wartawan sudah diatur. Wartawan tinggal
menjalankan kode etik itu agar sesuai dengan rambu-rambu kewartawanan.
Secara garis besar, wartawan profesional islami adalah
wartawan yang memperhatikan etika, estetika dan religiusitas kewartawanan. Wallahua’lam.
Tulisan ini dibuat untuk melengkapi tugas Manajemen Media Massa KPI UIN Suka Yogyakarta yang diampu oleh Sutirman Eka Ardhana
Tulisan ini dibuat untuk melengkapi tugas Manajemen Media Massa KPI UIN Suka Yogyakarta yang diampu oleh Sutirman Eka Ardhana