sumber gambar: suara muhammadiyah |
Saya ingat petuah kiai saya semasa nyantri. Dalam melakukan apapun, selalu ingat dua pokok ajaran utama Islam. Pertama, semua hal yang bukan ibadah pada dasarnya adalah boleh dilakukan, kecuali ada dalil yang melarang. Kedua, pada dasarnya semua ibadah adalah haram dilakukan, kecuali ada dalil yang memperbolehkan.
Kiai saya memberi contoh tentang shalat. Shalat adalah ibadah yang memiliki dalil untuk dilakukan. Shalat adalah ibadah yang sangat sakral dan merupakan bentuk komunikasi transenden antara manusia dengan penciptanya. Karena ibadah, maka ada tata cara yang diatur.
Nabi bersabda, “shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat”. Para sahabat kemudian meriwayatkan tata cara nabi shalat, lalu para ulama fikih membuat kitab panduan berisi tata cara melakukan ibadah mulai bersuci, shalat, beserta ibadah-ibadah lainnya. Kitab itu disebut sebagai kitab fikih.
Di pesantren saya ada beberapa kitab fikih dan ushul fikih yang diajarkan mulai yang paling dasar hingga yang dianggap sebagai kitab babon. Sebut saja safinatun najah, fathul qorib, tuhfatuth thullab,qawaidu al-fiqhiyah, lubbul ushul dan lain sebagainya. Kitab-kitab tersebut membahas berbagai hal, mulai sesuci, shalat, hingga jihad.
Di Indonesia, saat ini terdapat pro-kontra mengenai rencana aksi demonstrasi 02 Desember 2016 (212) berupa shalat Jumat di jalan protokol Thamrin-Sudirman, Jakarta. Aksi tersebut, dalam poster yang beredar, disebut sebagai aksi ‘super damai’ untuk menuntut pemerintah segera menahan tersangka kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Ada beberapa hal yang perlu dicatat dalam rencana aksi ini. Pertama, rencana aksi ini dilakukan dalam bentuk shalat Jumat di tengah jalan protokol. Hal inilah yang membuat Polri, MUI, para tokoh agama, serta sebagian besar masyarakat menolak aksi tersebut karena mengganggu ketertiban umum. Polri dan para ulama meminta agar shalat Jumat tetap dilaksanakan di masjid. Karenanya, Polri mengeluarkan maklumat pelarangan aksi 212 jika dilakukan dengan cara tersebut.
Kedua, shalat Jumat adalah ibadah yang memiliki aturan main. Semasa hidupnya, tidak ada satu pun riwayat yang menceritakan Nabi Muhammad melakukan shalat Jumat di tempat lain selain masjid. Jika mengikuti sunnah Nabi, maka dalil memperbolehkan ibadah sholat Jumat di jalan raya ini tertolak. Lalu bagaimana dengan para imam Mazhab?
Salah satu syarat shalat Jumat menurut Imam Malik adalah diselenggarakan di masjid. Sementara beberapa imam Mazhab lainnya seperti Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali, tidak menyaratkan di masjid, tapi boleh juga di lapangan. Imam Syafii, misalnya, hanya menyaratkan shalat Jumat dilaksanakan di satu forum dalam satu desa. Akan tetapi, tidak ada pendapat yang memperbolehkan shalat Jumat di jalan raya.
Ketiga, fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) yang dikeluarkan pada tahun 2013 lalu menyebutkan haramnya aktivitas keagamaan yang mengganggu fasilitas publik. Sebagai umat Islam yang patuh pada ulama, sudah selayaknya kita kawal fatwa MUI ini agar terjaga situasi yang kondusif, aman, dan tertib.
Sejak era Nabi Muhammad hingga hari ini, belum pernah ada shalat Jumat yang dilakukan di tengah jalan raya. Jikalau banyak jemaah shalat meluber hingga bagian jalan, hal ini pun karena ada kondisi khusus seperti tidak muatnya kapasitas masjid. Itu pun dengan catatan keselamatan jiwa para jemaat terjamin.
Aksi 212 tentu merupakan persoalan lain karena menyelenggarakan ibadah shalat Jumat di jalan, sedangkan di Jakarta terdapat ribuan masjid. Sebagian besar masyarakat menilai aksi tersebut justru membawa banyak madharat daripada manfaat/maslahah.
Pada dasarnya, menyuarakan pendapat di muka umum adalah hak bagi setiap warga negara dan dijamin undang-undang. Akan tetapi, dalam hal mengganggu ketertiban umum, sebaiknya kaum muslimin mengikuti fatwa MUI DKI Jakarta yang dikeluarkan pada 2013 lalu.
Lagi pula, dalam hukum Islam, terdapat sebuah kaidah ‘mencegah kemadharatan lebih diutamakan daripada mengambil maslahat’.Wallahhu a’lam.
Artikel ini pernah dimuat di islami.co http://islami.co/menyoal-sholat-jumat-di-tengah-jalan-raya/