"Gus, bukannya di Islam jelas disebutkan adanya muslim dan kafir?"
tanyaku, mempertegas apa yang aku baca di sebuah buletin Jumat.
"Saya tidak mau jawab kalau arah pertanyaanmu ke politik. Saran saya,
silakan kamu baca buku yang banyak, jangan hanya selebaran di masjid.
Dunia ini luas. Ilmu tak terlihat batasnya, seperti kau memandang
cakrawala."
"Maksudnya, Gus? Saya masih awam soal ini."
"Tapi janji tidak diarahkan ke politik?"
"Iya, saya janji."
"Kamu muslim?"
"Saya meyakini bahwa saya muslim dan insyaallah menjalankan perintah
sebagai seorang muslim sebagaimana ketentuan syariat Allah."
"Walau pun kamu muslim, kamu bisa saja kafir jika tidak menyukuri nikmat Allah. Kafir adalah sebutan bagi orang yang kufur."
"Apa itu kufur, Gus? Saya semakin bingung."
"Beruntunglah jika kau bingung karena kau masih berfikir. Silakan cari jawabannya sendiri."
Sosok gempal itu berjalan menuju pengimaman, kemudian bertakbiratul
ihram untuk salat sunah. Sementara aku masih terus bertanya-tanya. Tapi
saya sudah terlanjur berjanji untuk tidak menyeretnya ke wilayah
politik.
Dan setiap janji adalah hutang.
Postingan ini adalah dialog imajiner. Insyaallah berseri.
Monday, November 7, 2016
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment