BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Media
massa adalah salah satu sarana yang sangat efektif untuk menyampaikan informasi
kepada masyarakat, bahkan juga sebagai sarana dakwah. Dan dewasa ini banyak
ditemui media massa yang menayangkan tayangan yang bernuansa islami khususnya
pada media televisi. Mereka berlomba-lomba menayangkan program-program islami
guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan ilmu keislaman dan karena adanya
keresahan masyarakat tentang tayangan-tayangan yang dirasa kurang bermanfaat
dan kurang pantas untuk disajikan pada masyarakat.
Media
menerapkan beberapa teori dalam penayangan acaranya yang mana hal itu
dimaksudkan untuk memberikan pengaruh bagi konsumen media. Dengan menggunakan
teori-teori tertentu media memiliki kekuatan untuk membangun persepsi. Jika
media tersebut merupakan media idealis, mereka tentu ingin menanamkan ide yang
dibangunnya kepada khalayak. Begitu pun bagi media bisnis, mereka ingin
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Setiap
media memiliki program siaran unggulan. Program itu menjadi salah satu master
piece media untuk menanamkan pengaruhnya. Dalam konteks tayangan islami,
“Khazanah” merupakan salah satunya. Akan tetapi tayangan yang seharusnya mampu
menjawab kebutuhan umat justru menayangkan tayangan yang kontroversi dalam
beberapa episodenya. Tulisan ini membahas analisa mengenai tayangan “Khazanah”
terutama episode kontroversialnya dipandang dari sudut teori komunikasi massa.
2. Rumusan
masalah
1.
Apa
itu “Khazanah” Trans 7?
2.
Sepeti
apa tayangan yang kontroversial yang meresahkan masyarakat?
3.
Bagaimana
hal tersebut dapat terjadi?
3. Tujuan
Makalah
Makalah analisis
ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester matakuliah Komunikasi
Massa yang diampu oleh Ibu Ristiana Kadarsih mengenai analisis program siaran
media massa.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Mengenal Tayangan “Khazanah” di Trans 7
Islam
merupakan agama yang dianut oleh mayoritas warga negara Indonesia. Dari sekian banyaknya
umat Islam, mereka terbagi atas bermacam aliran akidah. Sebut saja Sunni,
wahabi dan Syiah. Masing-masing aliran akidah memiliki pemahaman yang berbeda
terhadap substansi ajaran agama yang dipahaminya. Untuk itulah sikap toleransi
sangat diperlukan demi menjaga kerukunan umat sesama Islam.
Dewasa
ini marak muncul tayangan-tayangan berlabelkan Islam. Mulai dari sinetron,
reality show hingga program khusus berlomba-lomba menyampaikan pesan dakwahnya.
Hal itu tentu menjadi kabar gembira karena umat bisa terus menyerap kandungan
ajaran Islam sekalipun melalui sinetron.
Salah
satu program yang dianggap sebagai program bagus bernuansa islami ialah “Khazanah” yang ditayangkan setiap hari di
stasiun televisi TRANS 7. Tayangan ini memiliki banyak dampak positif karena
tayangan-tayangan yang dibawanya mengusung nilai-nilai Islam secara universal. “Khazanah”
seperti menjadi oase dahaga masyarakat yang merindukan program-program
bernuansa islami. Banyak dukungan yang mengalir agar tayangan ini tetap eksis.
Wajar, masyarakat sepertinya merasa jenuh dengan tayangan-tayangan yang ada di
televisi saat ini. Stasiun televisi disesaki tayangan gosip dan program lain
yang berbau hedonis. Kalaupun ada tayangan seperti sinetron yang islami, Islam
cenderung hanya menjadi daya tarik nilai jual. Bagi masyarakat awam, tayangan
ini dapat dijadikan referensi dalam mempelajari Islam.
“Khazanah”
menayangkan pelbagai hal yang berkaitan dengan Islam, baik sejarah, ajaran,
hingga kisah-kisah inspiratif yang disadur dari Al-Qur’an dan Hadits serta
buku-buku ulama. Bisa dikatakan “Khazanah” merupakan satu-satunya tayangan
komplit yang mengupas tentang Islam di antara stasiun televisi nusantara
lainnya. “Khazanah” adalah pelopor tayangan berkualitas bergenre religi. Jika
biasanya tayangan bernuansa islami dikemas dalam bentuk pengajian, Khazanah
memberi wacana baru yang mungkin cepat atau lambat diikuti stasiun televisi
yang lain.
Akan
tetapi beberapa kali tayangan ini memuat wacana kontroversial yang meresahkan
masyarakat. Sampai-sampai stasiun Trans 7 dilaporkan ke Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) akibat tayangan yang meresahkan. Tayangan tersebut
dipublikasikan pada 14 November 2012, 04 maret 2013, 02 April 2013 dan 04 April
2013.
B. Tayangan
yang Meresahkan
Beberapa kali “Khazanah”
menayangkan tayangan yang meresahkan sebagian umat muslim Indonesia. Di
antaranya ialah:
-
Pada
14 November 2012 menyalahkan praktek ziarah kubur yang dilakukan oleh mayoritas
umat islam nusantara sebagai perbuatan syirik
-
Pada
04 maret 2013 : Menampilkan Art potongan
surat Al Qur'an (Ali Imran Ayat 103) yang diposisikan dibawah kaki manusia
serta mengajarkan pembagian tauhid menjadi 3 (inilah aqidah yang bertentangan
dengan umat Islam ahlussunnah)
-
Pada
02 April 2013: menyalahkan praktek doa dan tawasul
-
Pada
04 April 2013: Acara Khazanah Trans 7
ini menyalahkan ajaran ulama dan kyai ahlussunnah wal jamaah serta
menyudutkan sosok seorang kyai sebagai sosok pelaku syirik.
Tayangan-tayangan
di atas mendapat protes keras dari banyak ulama negeri ini. Karena tayangan
tersebut menyudutkan kelompok Islam tertentu, dalam hal ini Nahdlatul Ulama
yang memperbolehkan umat Islam melakukan praktik ziarah kubur, doa dan tawasul.
MUI dan beberapa perwakilah ulama serta pengurus Nahdlatul Ulama melakukan
pertemuan dengan pihak Khazanah dan Trans 7 untuk meminta klarifikasi.
Padahal
merujuk pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ("UU
Penyiaran") Pasal 7 Pedoman Perilaku Penyiaran (P3), disebutkan bahwa
“Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan program yang merendahkan,
mempertentangkan dan/atau melecehkan suku, agama, ras, dan antargolongan yang
mencakup keberagaman budaya, usia, gender, dan/atau kehidupan sosial ekonomi”.
Sedang
dalam Standar Program Siaran (SPS) pasal 7 dinyatakan bahwa materi agama pada
program siaran wajib memenuhi ketentuan “tidak berisi serangan, penghinaan
dan/atau pelecehan terhadap pandangan dan keyakinan antar atau dalam agama
tertentu serta menghargai etika hubungan antarumat beragama”.
Dalam
SPS poin berikutnya menyebutkan keharusan media penyiaran untuk “menyajikan
muatan yang berisi perbedaan pandangan/paham dalam agama tertentu secara
berhati-hati, berimbang, tidak berpihak, dengan narasumber yang berkompeten,
dan dapat dipertanggungjawabkan”.
C. Analisis
Program Acara “Khazanah”
Marshall
McLuhan berpendapat, “Masyarakat dunia tidak mampu menjauhkan dirinya dari
pengaruh teknologi. Teknologi akan tetap menjadi pusat bagi semua bidang
profesi dan kehidupan.” Ia kemudian mencetuskan teori ekologi media yang banyak
membahas tentang perkembangan teknologi komunikasi khususnya pada dampak sosial
yang ditimbulkan oleh teknologi tersebut.
Media
memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk pola pikir masyarakat.
Terutama acara yang ditayangkan media audio-visual televisi. Televisi merupakan
media yang paling banyak dinikmati oleh masyarakat kini. Masyarakat cenderung
meyakini apa yang ada ditayangkan televisi adalah sebuah kebenaran. Karena
televisi mampu memperlihatkan tayangan yang terlihat seperti sebuah realitas. Hal
tersebut berlaku juga pada tayangan non-hiburan. Masyarakat yang berpikir
secara pragmatis mudah mengambil sebuah pembenaran dari tayangan televisi. Tampaknya
hal ini yang digunakan oleh tayangan “Khazanah” Trans 7 dalam menyampaikan
pemahaman-pemahamannya.
Pada
umumnya khalayak dianggap hanya sekumpulan orang yang homogen dan mudah
dipengaruhi. Sehingga, pesan-pesan yang disampaikan pada mereka akan selalu
diterima. Fenomena tersebut melahirkan teori ilmu komunikasi yang dikenal
dengan teori jarum suntik (Hypodermic Needle Theory). Teori ini menganggap
media massa memiliki kemampuan penuh dalam mempengaruhi seseorang.
Media
massa sangat perkasa dengan efek yang langsung pada masyarakat. Khalayak
dianggap pasif terhadap pesan media yang
disampaikan. Teori ini dikenal juga dengan teori peluru, bila komunikator dalam
hal ini media massa menembakan peluru yakni pesan kepada khalayak, dengan mudah
khalayak menerima pesan yang disampaikan media. Teori ini pernah memberi dampak
nyata ketika siaran radio Orson Welles (1938) menyiarkan tentang invansi
makhluk dari planet mars menyebabkan ribuan orang di Amerika Serikat panik.
Teori
ini berkembang di sekitar tahun 1930 hingga 1940an. Teori ini mengasumsikan
bahwa komunikator yakni media massa digambarkan lebih pintar dan juga lebih
segalanya dari audiens. Banyak yang mengatakan teori ini sudah tidak relevan.
Namun menurut kami, masih banyak media yang meggunakan teori ini dalam
melakukan doktrinnya. Sebagian masyarakat masih sangat mudah terpengaruh
(percaya) terhadap isu-isu yang disampaikan.
Teori
ini memiliki banyak istilah lain. Biasa kita sebut Hypodermic needle (teori
jarum suntik), Bullet Theory (teori peluru) transmition belt theory (teori
sabuk transmisi). Dari beberapa istilah lain dari teori ini dapat kita tarik
satu makna, yakni penyampaian pesannya hanya satu arah dan juga mempunyai efek
yang sangat kuat terhadap komunikan.
“Khazanah”
sebagai salah satu program yang paling dinantikan tentu percaya diri bahwa apa
yang disampaikannya pasti diterima oleh khalayak luas. Karena sebagai
komunikator mereka memiliki berita yang diyakini akan diterima begitu saja.
Terlebih—sebagaimana kami jelaskan di atas—masyarakat tengah dahaga akan
tayangan-tayangan pendidikan yang berbau islami. Ibarat berada di tengah padang
pasir, “Khazanah” merupakan oase penuntas dahaga. Wajar apabila sebagian besar
masyarakat meyakini apa yang ditayangkan “Khazanah” merupakan kebenaran ajaran
Islam.
Pemilihan
jam tayangnya pun sangat cerdas. “Khazanah” memberi tawaran kepada khalayak
untuk melihat tayangannya dengan mengesampingkan tayangan-tayangan ‘spam’ bagi
masyarakat kebanyakan. Pada jam tayangnya (05.:30-06.00), Khazanah bersaing
dengan Seputar Indonesia (RCTI, 04.30-06.00), Liputan 6 Pagi (SCTV,
04.30-06.00), Mamah dan AA (INDOSIAR, 05.00-06.00), Disney Junior (MNCTV,
05.30-06.00), Metro Pagi (MetroTV, 05.00-07.05), Islam itu Indah (TRANSTV,
05.30-06.15) dan lain-lainnya[1].
Dari
sini sudah terlihat kreativitas yang dibangun crew “Khazanah”. Mereka tampil di
tengah-tengah tayangan yang sudah dianggap membosankan. Berita dan diskusi
hanya mampu (baca: menarik) diikuti oleh kalangan intelektual. Kartun hanya
dikonsumsi oleh anak-anak dan penggila manga. Sementara siraman rohani
berbentuk ceramah seperti yang dibawakan Mama Dedeh (INDOSIAR) sudah sangat
umum. Paling tidak hanya ibu-ibu saja yang tertarik. Kecuali orang yang sangat
mengidolakan Mama Dedeh, pemirsa pasti lebih memilih tayangan baru dan menarik seperti
“Khazanah”. “Khazanah” seperti memiliki agenda setting yang
mengkondisikan mindset umat agar menonton “Khazanah” di jam tersebut. Dugaan
kami memang tidak sepenuhnya tepat, namun melihat realitas sosial agaknya
dugaan ini bisa dipertimbangkan.
“Khazanah”
melakukan doktrin pemahamannya diawali dengan kalimat ‘dalam Islam...’ atau
“dalam ajaran Islam...” sehingga banyak masyarakat yang percaya bahwa seperti
itulah dalam Islam. Terlebih pendapat-pendapat yang dilontarkan terkadang tidak
menyertakan sumber buku atau kitabnya. Namun secara umum tayangan “Khazanah”
sangat bermanfaat bagi umat. Sayangnya ada beberapa episode kontroversial
sebagaimana kami sebut di atas.
“Khazanah” sepertinya mengesampingkan teori Uses
and Gratification. Mereka memang bisa menembakkan peluru berita ke
khalayak, namun khalayak mempunyai peran untuk menerima atau menolaknya.
Khalayak memiliki standar untuk pemuasan dirinya. Ketika suatu tayangan tidak
lagi menjadi kebutuhan khalayak, dengan sendirinya khalayak akan meninggalkan.
Kasus SARA dengan menyerang pemahaman kelompok lain—walau tanpa menyebut nama
kelompok tersebut—merupakan kesalahan fatal. Alih-alih masyarakat berpikir
bahwa “Khazanah” merupakan tayangan islami, banyak masyarakat yang menganggap
itu tayangan kelompok tertentu. Dalam hal ini kelompok wahabi. Karena di antara
tayangan-tayangan yang dinilai kontroversial memuat ajaran aliran ini seperti
pengharaman ziarah kubur, pengharaman doa dan tawasul serta pembagian tauhid
menjadi tiga.
Teori
Uses and Gratification memiliki asumsi dasar sebagaimana ditulis oleh
pendirinya Katz, Blumler dan Gurevitch, 1974.
-
Khalayak
aktif dan penggunaan medianya berorientasi pada tujuan
-
Inisiatif
dalam menghubungkan kepuasan kebutuhan pada pilihan media tertentu terdapat
pada anggota khalayak
-
Media
berkompetisi dengan sumber lainnya untuk kepuasan kebutuhan
-
Orang
mempunyai cukup kesadaran diri akan penggunaan media mereka, minat, dan motif
sehingga dapat memberikan sebuah gambaran yang akurat mengenai kegunaan
tersebut kepada para peneliti
-
Penilaian
mengenai nilai isi media hanya dapat dinilai oleh khalayak.
Melihat
asumsi ini kita akan mengerti mengapa siaran kontroversial “Khazanah” termasuk
fatal dan berpotensi membahayakan diri sendiri. Sedikitnya ada tiga faktor
utama.
Pertama,
keaktifan khalayak dalam menilai isi tayangan membuat khalayak
lebih jeli memilih program siaran. Khazanah pada awalnya merupakan tayangan
favorit. Namun karena pemberitaannya menyerang khalayak, bisa jadi khalayak
mulai berpikir untuk meninggalkannya. Perlu digaris bawahi sebagian besar umat
Islam di Indonesia merupakan pengikut aliran ahlussunnah waljamaah yang
menghendaki ziarah kubur, doa dan tawasul sebagai amalan sunnah. Sementara itu
di berbagai diskusi menyatakan bahwa wahabi merupakan aliran sesat. Banyak
buku-buku yang menuliskan ajaran yang tidak sesuai dalam agama Islam
sebagaimana dipahami wahabi.
Kedua,
khalayak memilih program siaran yang berorientasi pada tujuan.
Kebanyakan kaum muslim memilih tayangan islami karena tujuannya untuk memahami
agama Islam secara praktis lewat siaran media massa. Hadirnya tayangan-tayangan
islami diharap mampu memenuhi kebutuhan umat. Akan tetapi serangan ajaran yang
dilakukan oleh “Khazanah” membuat sebagian masyarakat ragu, sebab di
tengah-tengah umat masih banyak ulama yang dapat mengklarifikasi. Seperti yang
dilakukan oleh beberapa ulama yang menyeru umat berhati-hati terhadap tayangan “Khazanah”
Trans 7 pasca terkuak tayangan kontroversial tersebut.
Respon
di antaranya datang dari warga Nahdliyin (Nahdlatul Ulama). Atas inisiatif dari
segenap warga Nahdliyin, melalui MUI mereka mengadukan temuan ini ke pihak
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Diadakanlah pertemuan antara pihak Trans 7
dan para pengadu di gedung KPI Pusat pada hari Rabu, 17 April 2013 pukul 15.00
WIB
Pertemuan
dalam bentuk dialog ini adalah upaya KPI memperoleh klarifikasi dari Trans 7
sekaligus mencoba menyelesaikan masalah yang timbul akibat aduan sejumlah
masyarakat yang menyatakan keberatannya pada beberapa episode dalam program
acara “Khazanah”. Pertemuan tersebut juga dihadiri perwakilan sejumlah lembaga
dan ormas seperti Lembaga Dakwa Nahdatul Ulama (LDNU) Pusat dan Jatim, Lainan
Falakiyah NU Kota Tangerang, dan sejumlah ormas lainnya.
Di awal
pertemuan, Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, dan Komisioner KPI Pusat bidang
Kelembagaan, Idy Muzayyad, yang juga didampingi Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki
Suyanto, menyampaikan maksud serta tujuan diadakannya pertemuan tersebut.
KPI
kemudian mempersilakan pihak-pihak yang keberatan terhadap acara “Khazanah”
guna menyampaikan pendapatnya. Kyai Haji Thobary Syadzily, Habib Fachry
Jamalullail, dan beberapa perwakilan dari NU Jatim ikut menyampaikan keluhan,
pendapat sekaligus masukan. Secara garis besar, mereka meminta Trans 7 untuk
memperbaiki apa yang mereka keluhkan dan meminta maaf atas keberatan yang
disampaikan. Menanggapi keluhan tersebut, Titin Rosmasari, Pemimpin Redaksi
Trans 7, menyatakan tidak ada maksud apapun dari penayangan yang dikeluhkan dan
pihaknya meminta maaf atas hal itu dan segera akan memperbaikinya. “Kami
membuka diri dengan ini dan ini menambah ilmu kami untuk terus belajar,”
katanya[2].
Terakhir
kepuasan yang didapatkan khalayak hanya dirasakan segelintir orang yang sepaham
dengan tayangan tersebut. Lagi-lagi jumlah khalayak yang dikecewakan jauh lebih
banyak sehingga imbasnya timbal balik (feedback) yang diterima “Khazanah” dari
masyarakat kurang baik.
Persepsi
khalayak mengenai suatu tayangan biasanya akan bertahan sangat lama dan sulit
dirubah. Apabila sebagian masyarakat mengetahui kontroversi tayangan tersebut,
bukan tidak mungkin masyarakat akan menganggapnya sebagai konspirasi kelompok
tertentu. Pada akhirnya mereka lebih memilih tayangan lain yang bisa menjadi sumber
ajaran Islam. Saangat disayangkan jika sampai tayangan sebaik “Khazanah” harus
turun rating karena hal semacam itu.
Oleh
karena itulah tayangan berlabel islami diharapkan sejalan dengan prinsip dasar
berdakwah, yaitu menyeru kepada kebaikan secara universal. Jangan sampai
program tayangan digunakan untuk menyerang kelompok lain yang tidak sepaham.
Tayangan-tayangan yang menyerang kelompok lain tersebut tidak lantas menjadi
mediasi pemersatu umat dalam pemahaman yang sama. Sebaliknya, serangan terhadap
pemahaman kelompok lain akan menimbulkan gejolak yang semakin mencerai-beraikan
umat Islam.
Namun perlu digarisbawahi pula,
tayangan kontroversial yang pernah ditayangkan “Khazanah” bisa disebabkan
ketidaktahuan mereka mengenai ajaran Islam yang sesungguhnya. Mengacu
pernyataan pemimpin redaksi Trans 7 Titin Rosmaria yang menjelaskan bahwa tidak
ada maksud tertentu dari penayangan episode yang dikeluhkan. Mereka seakan
tidak mengetahui pemahaman seperti itu merupakan pemahaman yang kurang populer
dalam masyarakat nusantara. Terlebih sebagian besar masyarakat melakukan apa
yang disebut syirik oleh “Khazanah” tersebut. Sekali lagi ditegaskan, amalan
yang dilakukan tersebut memiliki dalil yang kuat sehingga pendapat mensyirikkan
hanyalah klaim kelompok tertentu dan tidak seharusnya ditayangkan di media
massa. Hal ini menambah ironis karena semakin mempertegas media hanyalah mencari
keuntungan lewat label Islam. Karena pembahasan Islam yang tidak sederhana
dilakukan sekenanya tanpa ada pertimbangan efek samping dari tayangan tersebut.
Lalu di mana peran lembaga sensor
film? Apakah tayangan yang ditayangkan televisi tanpa melalui sensor ketat
sehingga terjadi banyak kecolongan? Kalau sistem penyiaran kita seperti itu,
semakin benar apa yang pernah disampaikan Yanuar Nugroho, peneliti senior
bidang inovasi dan perubahan sosial universitas Manchester bahwa negara ini
tidak memiliki visi penyiaran. Sampai-sampai negara terbeli oleh kepentingan
bisnis. Media yang memiliki dana melimpah dengan bebas menanamkan pengaruhnya
tanpa memperhatikan rambu-rambu media.
Kalau yang terjadi
benar demikian, era politik media akan segera hadir. Sekarang politik media
masih dilakukan dalam sekala minor. Bukan tidak mungkin ke depannya aksi saling
serang pemahaman dan politik dilakukan secara terang-terangan apabila kondisi
penyiaran di Indonesia tidak segera dibenahi.
BAB
III
PENUTUP
Kritik dan
Saran
Tayangan
“Khazanah” Trans 7 merupakan salah satu tayangan yang sangat baik karena
memiliki visi dakwah. Tetapi sayangnya sempat terjadi kontroversi di kalangan
umat Islam akibat tayangan yang menghukumi syirik ziarah kubur dan alaman lain mengatasnamakan
Islam. Padahal kalau ditinjau dari banyak pemahaman, ziarah kubur dan amalan
lain yang dilakukan sebagian besar Islam nusantara memiliki dalil yang kuat.
Untuk itu tidak relevan apabila “Khazanah” mengatakan apa yang disampaikannya
merupakan ajaran Islam yang sesungguhnya.
Saran bagi pelaku media massa yang
menayangkan hal serupa harus lebih hati-hati karena bisa memicu polemik.
Apabila menyampaikan suatu pendapat diperlukan penyebutan sumber dan alasan.
Jangan sampai tayangan episode kontroversi “Khazanah” kembali muncul di hadapan
pemirsa.
Memiliki pandangan yang berbeda
merupakan suatu kewajaran dan keniscayaan. Akan tetapi jika sampai menyalahkan
bahkan memusyrikkan pendapat yang berbeda merupakan kesalahan yang harus
diperbaiki ke depannya. Semoga tayangan televisi di Indonesia semakin baik dan
semakin mendidik.
PADAHAL EMANG KALO DI COCOKKAN JUGA G BAKAL DI TEMUKAN DI ZAMAN ROSUL SPRT ITU..ZIARAH KAN MNDOAKAN YG SUDAH MATI TP YG TERJADI DI MASYARAKAT MALAH MINTA2 SAMA YG SUDAH MATI..?? TAWASULKAN DIPERBOLEHKAN SALAH SATU PERANTARANYA LWAT ORG SOLEH TP YG MASIH HIDUP BKAN YG SUDAH MATI !! GA DA RIWAYAT DR SAHABAT, TABIIN.,ATO 4 IMAM MADZHAB AHLUSUNNAH MEREKA MEMINTA2 DI KUBURAN !! MEMINTA KPD ORANG MATI ??
ReplyDeletedaftar pustaka?
ReplyDeleteiya sejauh mana daftar pustakanya ?
ReplyDelete