sumber gambar: bestar.id |
Penggunaan
teknologi IT memang harus diterapkan di segala lini kehidupan. Selain
memudahkan, penyelenggaraan UN berbasis komputer menghemat biaya distribusi dan
penggunaan kertas dalam jangka waktu yang panjang. CBT juga dapat mengatasi
berbagai problem yang kerap menjadi kendala dalam penyelenggaraan ujian
nasional selama ini.
Kendala
yang kerap dialami pemerintah selama ini adalah soal distribusi. Dari tahun ke
tahun, berbagai upaya telah dilakukan agar UN diselenggarakan tepat waktu.
Namun kejadian keterlambatan distribusi, kekurangan soal, hingga soal-soal yang
rusak masih saja terjadi. Peristiwa ini berimbas pada penundaan UN di beberapa
sekolah. Kedua, ujian manual atau paper based test memerlukan penjagaan
yang super ketat. Di beberapa daerah, pengawalan soal UN harus diperketat
karena melewati medan yang cukup jauh. Jika tidak dikawal, dikhawatirkan
terjadi banyak kecurangan. Toh, walau sudah dikawal sedemikian rupa, soal UN
masih saja banyak yang bocor.
Ketiga,
ujian manual kerap merugikan peserta dengan alasan-alasan nonteknis, misalnya
penggunaan pensil yang palsu. Standar yang biasa digunakan dalam mengikuti
ujian nasional adalah pensil jenis 2B. Kata 2B merupakan kode pensil yang
memiliki kecerahan yang bagus. Sehingga ketika digunakan saat ujian hasilnya
sangat terang. Penggunaan pensil yang palsu mengakibatkan hasilnya tidak
terbaca oleh komputer. Imbasnya adalah peserta tersebut tidak lulus UN.
Bagaimana
CBT mengatasi berbagai problema di atas? CBT bisa dikatakan sebagai inovasi
yang sangat jitu dalam menjawab problema yang dialami pemerintah selama ini.
Dengan menggunakan sistem komputer, pemerintah tidak perlu repot-repot
mendistribusikan soal ujian. Pemerintah cukup mengirim file soal ke petugas
yang telah disiapkan, lalu petugas tersebut mendownloadnya untuk kemudian diinstal
pada sebuah aplikasi yang telah dibuat. Setelah selesai, jawaban yang sudah
terkumpul di operator tinggal diupload ke server pusat. Keterlambatan
distribusi tentu tidak terjadi lagi. Hal ini sekaligus meminimalisir resiko
kecurangan pasca-UN. Penggunaan komputer sebagai basis ujian juga membuat
resiko kegagalan karena faktor nonteknis seperti penggunaan pensil 2B palsu
teratasi.
Selain
merencanakan berbagai persiapan CBT, pemerintah dan sekolah juga harus
mengantisipasi terjadinya pemadaman listrik mendadak. Jika listrik padam,
otomatis proses ujian sangat terganggu. Ada baiknya selama UN pihak sekolah
menggunakan mesin genset atau pun diesel demi mengurangi resiko listrik padam
ini. Setelah itu, pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas
UN computer based test ini. jika terbukti lebih baik, tidak ada alasan
bagi pemerintah untuk tidak menerapkannya di sekolah-sekolah lainnya.
Yang
perlu dilakukan pemerintah ke depannya adalah memastikan pemerataan UN CBT ke
seluruh sekolah-sekolah di negara ini. Peer besar pemerintah adalah
bagaimana sesegera mungkin daerah-daerah yang belum teraliri listrik dapat
merasakan manfaat listrik tersebut. Bagaimana mungkin menggunakan perangkat
komputer tanpa listrik? Selain itu penyediaan layanan jaringan internet perlu
dilakukan di seluruh pelosok tanah air. Sebab internet sangat penting dalam
rangka mengirim dan menerima data dari pusat ke daerah atau pun sebaliknya.
Semoga
penyelenggaraan ujian nasional berbasis komputer ini membuat pendidikan di
Indonesia semakin maju. Semoga.
*Tulisan ini pernah dimuat di rubrik 'Pojok Digital' Kedaulatan Rakyat edisi Senin, 20 April 2015