Monday, November 7, 2016

JADI ORANG GOBLOK ITU LEBIH AMAN

"Gus, mengapa Kiai Soleh kalau memberi contoh Ja'a Zaidan? Seharusnya kan Ja'a zaidun?" tanyaku kebingungan. Waktu baca buku nahwu, contoh ja'a harus rafa'. Alamat rafa' dlommah. Mengapa harus fathah? Bukankah fathah itu alamat nashab?
"Kamu bingung?" tanyanya. "Baguslah kalau bingung. Berarti mau mikir," sambungnya lagi.
"Kalau seperti itu Kiai Soleh salah, Gus? Berarti menyesatkan murid-muridnya?"
"Astagfirullah... Jadi orang kok ceplas-ceplos seperti itu. Mbok ya kalau sinau masih sampai bab i'rob jangan nyalah-nyalahkan yang sudah faham satu kitab. Kiai Soleh itu orang yang 'alim dalam ilmu nahwu."
"Tapi sealim-alimnya ulama masih tetap manusia yang bisa salah, Gus?"
"Setiap ulama punya kode etik, Dia ndak boleh mengatakan sesuatu tanpa pertimbangan ilmu. Kalau ulama asal njeplak, apa bedanya sama koruptor? Korupsi ilmu itu tanggungannya dunia akhirat, lho."
"Tapi mengatakan sesuatu tanpa dasar ilmu, walau pun ulama sepuh, tetap salah, lho, Gus..." Gus yang bobotnya hampir seratus kilo itu menghela nafas.
"Kamu tahu nama ibu penjual dawet itu?"
"Tentu, Gus. Saya langganan di sana. Namanya Hindun."
"Sekarang, coba buat kalimat dalam bahasa Arab, saya berjalan bersama Hindun."
"Gampang, Gus. Marortu bi Hindun."
"Lha, kok Hindun? Dlommah kan alamat rafa'? Mengapa kamu baca untuk Jer? Alamat jer kan kasrah? Di situ ada huruf jer berupa "ba". Berarti kamu membuat kalimat tanpa ilmu!" ucap Gus dengan suara lantang.
"Mbok jangan marah-marah, Gus. Hindun kan nama orang? Mana bisa nama orang dii'robi?"
"Lha kalau Kiai Soleh memberi contoh si Zaidan itu nama orang, apakah kamu akan ngotot menyalahkan dia? Di dunia ini, menjadi goblok lebih aman daripada kamu jadi orang yang ngerti. Orang yang ngerti sering diserang ama orang bodoh yang gak mau belajar, atau belajar setengah-setengah."
Aku pun terdiam. Oh iya, ya...



Postingan ini adalah dialog imajiner. Insyaallah berseri. 

0 comments:

Post a Comment