Friday, April 21, 2017

Sang Joki Hoki


Sosok Prabowo adalah kunci Pilkada DKI dua periode belakangan. Mantan denjen KOPASSUS yang dituduh terlibat penculikan aktivis '98 itu memegang peranan penting saat memainkan perhelatan pesta demokrasi di provinsi berbujet 70an trilyun pertahun. Dua kali ia menumbangkan incumbent!
Pertama adalah Foke-Nara. Foke yang bedarah Jawa-Betawi dan didukung oleh sejumlah parpol dan ormas Islam melenggang mulus di beberapa rilis survei. Mereka unggul 5-10% dari pasangan Jokowi-Ahok, 'anak' Prabowo. Foke diprediksi menang karena ia lebih memahami cara mengelola manusia 7 juta jiwa dibanding Jokowi yang 'hanya' ratusan ribu saja. Saat itu Prabowo meyakinkan warga DKI untuk memilih Jokowi-Ahok karena keduanya sangat Indonesia banget. Jokowi, orang Solo, Jawa, beragama Islam. Sedang Ahok orang Belitung, Tionghoa, beragama Kristen. Keduanya disebut siap membawa demokrasi ke arah yang lebih maju. Isu SARA yang dihempaskan kubu Foke-Nara ditangkal dengan dalih kebinekaan.
Pasca rilis quick count putaran kedua pilkada DKI oleh sejumlah lembaga survei, Prabowo tersenyum puas. Anak-anaknya berhasil menendang petahana. Ia terlampau semangat sampai menimbulkan dugaan bahwa sebenarnya Prabowo-lah gubernur DKI. Jokowi-Ahok hanyalah boneka mainan yang bisa digerak-gerakkan sekenanya. Sebelumnya, majalah TEMPO membuat sampul bergambar sosok Prabowo yang tengah memegang sebuah koran bergambar Jokowi. Tema laporannya "Bandar calon DKI".

Banyak yang menilai Prabowo tengah menyusun kekuatan politiknya untuk berkuasa di 2014. Jika ia berhasil menanam bibit di DKI, kelak, jika ia memerintah, urusannya akan jadi lebih mudah. Jokowi-Ahok adalah langkah awalnya untuk menuju RI-1. Dan benar saja, ia gencar kampanye akan membawa Indonesia menjadi macan Asia. Tampaknya ia sudah cukup yakin karena 'hanya' akan melawan ambisi Aburizal, Harry Tanoe, Anies, Dahlan, dan Wiranto.
Tapi Prabowo seakan kesamber gledek. Pasca PDIP memenangi kursi legislatif, partai berlogo banteng itu berambisi menjadi penguasa utama. Jokowi, sang anak Prabowo, beserta JK, mantan lawan politiknya di pilpres 2009, dideklarasikan untuk menantangnya bersaing pada 9 Juli 2014. Ia pun meradang. Terlebih setelah pengusaha kayu kurus itu mempecundanginya 51% : 49%.
Adalah Anies si perintis Indonesia Mengajar dan gerakan turun tangan yang turut mendongkrak suara Jokowi. Jubir Jokowi-JK itu meyakinkan banyak swing voters untuk memilih Jokowi-JK karena keduanya bebas dari dosa masa lalu. Masa lalu? Ya, Anies yang dulu aktivis kampus tentu merasakan 'dosa' para jendral yang menghilangkan banyak rekan aktivisnya. Ia berkali-kali mengatakan, saatnya orang baik memimpin.
Tahun 2016, setahun pasca Anies diberhentikan sebagai mentri pendidikan, alumnus Jogja itu menerima tawaran Prabowo untuk maju DKI-1. Ia berpasangan dengan Sandiaga Uno, 20 besar manusia terkaya di Indonesia (versi FORBES). Ia didaftarkan menjelang detik-detik akhir pendaftaran. Diduga, Prabowo kembali ingin membangun pondasi kekuatan politiknya untuk 2019.
Sekali lagi, mantan menantu Soeharto itu berhasil memenangkan 'anaknya'. Terlepas gelombang isu SARA yang menerpa, strategi politik Prabowo harus diakui jempol. Selain itu, dream team pasukan tim sukses Anies ternyata teruji jitu. Eep Saefulloh, sahabat semasa di Amerika, yang dulu jadi konsultan politik Jokowi (dan mengaku tidak dibayar), bisa meliuk-liuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas seorang Anies.
Jokowi-Ahok dibawa ke Jakarta oleh Prabowo. Jokowi jadi lawan Prabowo di Pilpres. Anies jubir pilpres Jokowi dan tim transisi, jadi lawan Ahok, karena disung Prabowo. Eep si konsultan Jokowi, jadi konsultan Anies yang dibackingi Prabowo. Melihat politik dari Prabowo, Jokowi, Ahok, Anies, dan Eep saja sudah membuatku ngakak jika ada yang terlalu serius mengikuti dinamika politik di Indonesia.
Sudahlah... Sudahi pertikaian. Pertemanan lebih mahal dibanding ngotot bela para penguasa. Mereka dapat dollar, kita dapat apa?


Jogja, 20/04/2017

0 comments:

Post a Comment