Friday, May 16, 2014

Wartawan Profesional Islami


Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
(QS. Al-Hujurat: 6)

Tugas utama seorang wartawan adalah membuat berita. Karena pada dasarnya, inti dari kegiatan jurnalisme ialah menyampaikan berita. Dari wartawan, informasi penting dan menarik yang ada di belahan dunia dapat diketahui. Sebab wartawan, berbagai fakta yang awalnya tertutup bisa terungkap dengan jelas.
Dalam jurnalisme, membuat berita yang jujur, aktual dan faktual merupakan kewajiban yang tidak boleh ditawar oleh seorang jurnalis. Seorang wartawan tidak boleh membuat berita tanpa fakta. Namun, kegiatan membuat berita yang seperti itu tidak semudah yang dibayangkan banyak orang. Seorang wartawan harus dibekali skill dan teknik yang memadai. Bukan hanya itu, wartawan juga harus memiliki mental baja agar tetap independen.
Wartawan yang dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan kode etik disebut wartawan profesional. Ployd G. Arpam menyebut sedikitnya lima ciri-ciri wartawan profesional.
1.      Menguasai bahasa;
2.      Mengetahui jiwa kemanusiaan;
3.      Berpengetahuan luas;
4.      Punya kematangan pikiran; dan
5.      Punya ketajaman pikiran.
Kelima karakteristik tersebut bisa saja bertambah, tergantung persepsi orang memandang bagaimana wartawan yang profesional itu. John Honhenbero juga berpendapat ada lima ciri-ciri wartawan profesional, tetapi berbeda dengan apa yang disbutkan oleh Ployd di atas. Akan tetapi secara umum pendapat Ployd bisa dijadikan pedoman dalam melihat ciri-ciri wartawan profesional.
Pertama, menguasai bahasa. Namun bukan berarti wartawan harus menguasai semua bahasa yang ada di dunia seperti bahasa-bahasa daerah yang tidak terhitung jumlahnya. Menguasai bahasa ini lebih dimaknai sebagai bisa berbahasa sampai ke akar-akarnya (grammar, tata bahasa dll).. Selain itu, seorang wartawan paling tidak menguasai bahasa internasional, minimal bahasa Inggris.
Kedua, mengetahui jiwa kemanusiaan. Dalam melakukan peliputan, seorang wartawan harus memahami kondisi kejiwaan narasumber. Memahami jiwa berarti bisa membedakan pertanyaan yang diajukan kepada narasumber-narasumber tertentu. Misalnya dalam mewawancarai korban pemerkosaan, tentu pertanyaan yang diajukan berbeda dengan mewawancarai juara turnamen.
Ketiga, berpengetahuan luas. Artinya adalah seorang wartawan yang profesional mengerti secara menyeluruh apa yang menjadi objek beritanya. Jangan sampai, seorang wartawan menyajikan berita sekenanya. Contohnya, ketika meliput kasus kriminal maka yang layak diwawancarai tentu adalah kepolisian, bukan polisi lalu lintas. Seorang wartawan yang profesional semestinya bisa mengetahui banyak disiplin ilmu. Ini agar wartawan tersebut bisa ditempatkan di segala bidang, mulai olahraga, hiburan dsb-nya.
Keempat, punya kematangan pikiran. Kematangan pikiran merupakan hal yang sangat penting bagi seorang wartawan profesional. Dengan kematangan pikiran, seorang wartawan dapat memilah fakta-fakta yang akan digunakan untuk menyusun berita. Seorang wartawan tidak boleh terburu-buru dalam menyajikan sebuah berita, terlebih jika berita tersebut bisa menjatuhkan satu pihak. Dalam memberitakan kasus Cebongan di DIY misalnya, seorang wartawan profesional harus mampu memikirkan bagaimana agar beritanya tidak memihak dan tetap sesuai dengan hukum yang berlaku di negara.
Kelima, punya ketajaman pikiran. Wartawan profesional dituntut menjadi orang yang cerdas. Artinya, wartawan tersebut mampu mengetahui mana yang layak dijadikan berita dan mana yang tidak. Selain itu, wartawan harus bisa menganalisa suatu berita agar berita itu  bisa diterima akal sehat dan berisi.
Penjabaran di atas merupakan penjabaran yang masih sangat umum. Selain hal-hal di atas, wartawan juga perlu dibekali dengan aspek religiusitas dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dimaksudkan agar pekerjaan wartawan bisa menjadi ibadah. Dalam Islam, pekerjaan apapun yang disandarkan pada niat lillahi ta’ala bisa disebut sebagai ibadah. Semua itu tergantung niatnya. Innamal a’malu bin niyaati.
Wartawan bukan tanpa tuntunan dalam agama Islam. Islam menjadi agama yang begitu peduli terhadap profesi ini. Dalam sebuah firman, Allah Swt memperingatkan agar hamba-Nya senantiasa menjalankan amanah yang diembannya.
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepada kamu, sedang kamu mengetahui.”(QS. Al-Anfal: 27)
Perintah di atas memuat perintah nayata untuk menjalankan amanat yang diberikan. Wartawan merupakan profesi yang bertugas menyampaikan berita yang benar, faktual dan aktual. Maka jangan sekali-kali melanggar amanat tersebut.
Dalam menerima fakta atau informasi dari narasumber, seorang wartawan juga tidak boleh percaya begitu saja. Apalagi jika yang menyampaikan informasi itu pelaku kejahatan, koruptor dan sejenisnya. Wartawan harus melakukan check and re-check agar beritanya benar. Dalam surat Al-Hujurat ayat 6, Allah Swt sudah memperingatkannya.
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Peringatan itu benar-benar terjadi di dunia jurnalistik. Banyak wartawan yang harus kehilangan pekerjaannya karena membuat berita bohong atau didasari fakta yang keliru. Seorang wartawan profesional selalu menggunakan kode etik sebagai kendaraan kerjanya. Di dalam kode etik jurnalistik segala aturan main wartawan sudah diatur. Wartawan tinggal menjalankan kode etik itu agar sesuai dengan rambu-rambu kewartawanan.

Secara garis besar, wartawan profesional islami adalah wartawan yang memperhatikan etika, estetika dan religiusitas kewartawanan. Wallahua’lam.

Tulisan ini dibuat untuk melengkapi tugas Manajemen Media Massa KPI UIN Suka Yogyakarta yang diampu oleh Sutirman Eka Ardhana

1 comment: