Wednesday, April 22, 2015

Inovasi Ujian Digital*


sumber gambar: bestar.id
Mulai tahun ini, pemerintah melalui kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyelenggarakan ujian nasional (UN) model computer based test (CBT). Sistem ini mulai diujicoba di 585 sekolah dari total 70 ribu sekolahan di Indonesia. Walau baru di sebagian kecil sekolahan, inovasi pemerintah dalam menyelenggarakan UN ini patut diapresiasi.
Penggunaan teknologi IT memang harus diterapkan di segala lini kehidupan. Selain memudahkan, penyelenggaraan UN berbasis komputer menghemat biaya distribusi dan penggunaan kertas dalam jangka waktu yang panjang. CBT juga dapat mengatasi berbagai problem yang kerap menjadi kendala dalam penyelenggaraan ujian nasional selama ini.
Kendala yang kerap dialami pemerintah selama ini adalah soal distribusi. Dari tahun ke tahun, berbagai upaya telah dilakukan agar UN diselenggarakan tepat waktu. Namun kejadian keterlambatan distribusi, kekurangan soal, hingga soal-soal yang rusak masih saja terjadi. Peristiwa ini berimbas pada penundaan UN di beberapa sekolah. Kedua, ujian manual atau paper based test memerlukan penjagaan yang super ketat. Di beberapa daerah, pengawalan soal UN harus diperketat karena melewati medan yang cukup jauh. Jika tidak dikawal, dikhawatirkan terjadi banyak kecurangan. Toh, walau sudah dikawal sedemikian rupa, soal UN masih saja banyak yang bocor.
Ketiga, ujian manual kerap merugikan peserta dengan alasan-alasan nonteknis, misalnya penggunaan pensil yang palsu. Standar yang biasa digunakan dalam mengikuti ujian nasional adalah pensil jenis 2B. Kata 2B merupakan kode pensil yang memiliki kecerahan yang bagus. Sehingga ketika digunakan saat ujian hasilnya sangat terang. Penggunaan pensil yang palsu mengakibatkan hasilnya tidak terbaca oleh komputer. Imbasnya adalah peserta tersebut tidak lulus UN.
Bagaimana CBT mengatasi berbagai problema di atas? CBT bisa dikatakan sebagai inovasi yang sangat jitu dalam menjawab problema yang dialami pemerintah selama ini. Dengan menggunakan sistem komputer, pemerintah tidak perlu repot-repot mendistribusikan soal ujian. Pemerintah cukup mengirim file soal ke petugas yang telah disiapkan, lalu petugas tersebut mendownloadnya untuk kemudian diinstal pada sebuah aplikasi yang telah dibuat. Setelah selesai, jawaban yang sudah terkumpul di operator tinggal diupload ke server pusat. Keterlambatan distribusi tentu tidak terjadi lagi. Hal ini sekaligus meminimalisir resiko kecurangan pasca-UN. Penggunaan komputer sebagai basis ujian juga membuat resiko kegagalan karena faktor nonteknis seperti penggunaan pensil 2B palsu teratasi.  
Selain merencanakan berbagai persiapan CBT, pemerintah dan sekolah juga harus mengantisipasi terjadinya pemadaman listrik mendadak. Jika listrik padam, otomatis proses ujian sangat terganggu. Ada baiknya selama UN pihak sekolah menggunakan mesin genset atau pun diesel demi mengurangi resiko listrik padam ini. Setelah itu, pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas UN computer based test ini. jika terbukti lebih baik, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak menerapkannya di sekolah-sekolah lainnya.
Yang perlu dilakukan pemerintah ke depannya adalah memastikan pemerataan UN CBT ke seluruh sekolah-sekolah di negara ini. Peer besar pemerintah adalah bagaimana sesegera mungkin daerah-daerah yang belum teraliri listrik dapat merasakan manfaat listrik tersebut. Bagaimana mungkin menggunakan perangkat komputer tanpa listrik? Selain itu penyediaan layanan jaringan internet perlu dilakukan di seluruh pelosok tanah air. Sebab internet sangat penting dalam rangka mengirim dan menerima data dari pusat ke daerah atau pun sebaliknya.
Semoga penyelenggaraan ujian nasional berbasis komputer ini membuat pendidikan di Indonesia semakin maju. Semoga.

*Tulisan ini pernah dimuat di rubrik 'Pojok Digital' Kedaulatan Rakyat edisi Senin, 20 April 2015

0 comments:

Post a Comment