Friday, April 17, 2015

Medsos dan Nalar Kritis Mahasiswa

Kehidupan kawula muda termasuk mahasiswa dewasa ini tak bisa dilepaskan dari perangkat gadget. Perangkat ini memberikan berbagai fasilitas yang menunjang aktivitas cah enom, baik dari sisi akademis ataupun gaya hidupnya. Di bidang akademis, perangkat gadget berguna sebagai alat pencari informasi. Berbagai fitur yang tersedia bahkan bisa digunakan sebagai penyimpan file yang aman dan mudah.
Sebagai gaya hidup, gadget kebanyakan digunakan untuk berinteraksi lewat media sosial (medsos), selain juga digunakan untuk bermain game. Di Indonesia, jumlah medsos jumlahnya mencapai puluhan. Penduduk Indonesia yang jumlahnya ratusan juta tentu menjadi sasaran strategis untuk mempopulerkan berbagai jenis medsos berikut keunggulan fitur-fiturnya. Situs techinasia melansir jumlah pengguna medsos di Indonesia pada 2015 ini berjumlah 72 juta orang. Dari jumlah tersebut, 62 juta pengguna mengakses medsos lewat perangkat mobile. Hal ini yang membuat gadget dan medsos diibaratkan sebagai saudara kembar yang saling berhubungan.
Kemudahan serta murahnya biaya berkomunikasi lewat medsos membuat kawula muda mulai meninggalkan cara lama dengan berkirim short massanger service (SMS). Lewat medsos, seseorang bisa saling berkirim gambar dan file-file yang tidak disediakan lewat layanan SMS. Salah satu yang menarik bagi kawula muda khususnya mahasiswa adalah adanya fitur broadcast massanger (BM). Dengan BM, seseorang bisa mengirim informasi berantai ke banyak orang dengan sekali klik saja.
Bagi mahasiswa, era gadget dan medsos seperti saat ini merupakan sebuah tantangan yang nyata. Di satu sisi mahasiswa lebih mudah mendapat informasi dan melakukan interaksi tidak langsung secara lebih efektif, di sisi lain kekritisan seorang mahasiswa diuji. Banyaknya pesan-pesan broadcast yang masuk membuat seorang mahasiswa harus lebih cerdas dalam menyikapinya.
Akhir-akhir ini beredar sebuah BM yang mengajak seluruh elemen mahasiswa bersatu untuk melakukan demonstrasi besar-besaran pada tanggal 20 Mei 2015. Dalam pesan tersebut tertulis sebuah tuntutan agar presiden dan wakil presiden Indonesia turun dari jabatan politiknya sebagi kepala dan wakil kepala negara RI. Di pesan tersebut tertera nama Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) sebagai pihak penyelenggara. Berbagai reaksi muncul untuk menyikapi pesan tersebut. Ada yang bersemangat karena menganggap gerakan mahasiswa ‘bangun dari tidurnya’, ada yang menelusuri kebenaran isi pesan tersebut, dan ada yang acuh karena menganggap pesan tersebut merupakan spam.
Sebagai agen kontrol sosial, mahasiswa tentu harus bijak dalam menyikapi sebuah informasi yang diterima lewat medsos. Jangan sampai sebuah gerakan justru menjadi gerakan parsial dan hanya merupakan tunggangan kepentingan pihak-pihak tertentu. Terlebih jika pesan tersebut tidak didasarkan pada sebuah keputusan bersama yang mengikat, misalnya lewat agenda musyawarah besar.
Kemunculan BM tersebut memang tengah ramai diperbincangkan di kalangan mahasiswa. Saat penulis menelusuri informasi tersebut di website resmi BEM-SI, penulis tidak menemukan artikel yang berisi tuntutan serupa. Bahkan di akun twitter resminya, BEM-SI melalui retweet akun twitter koordinatornya membantah BM tersebut. Hal ini yang perlu dicermati agar mahasiswa tidak terjebak pada informasi yang tidak jelas kebenarannya.
Di era digital semacam ini, semua orang bisa dengan mudah membuat sebuah pesan berantai dan mengatasnamakan sebuah institusi tertentu. Kekritisan dan kejelian mahasiswa dalam menelusuri kebenaran informasi sangat diperlukan agar tidak menimbulkan keresahan-keresahan yang merugikan banyak pihak. 

*Tulisan ini pernah dimuat Swara Kampus Kedaulatan Rakyat,  Selasa 14 April 2015

0 comments:

Post a Comment