Tuesday, November 11, 2014

Episode Terakhir 'Sekedar Cerita': Hanyalah Awal dari Segala Awal

Sambungan...
 
Hyaaattt... Melompat lebih tinggi, kawan!
Malam dharma puruhita hanyalah awal dari segala awal. Ini lembaran hidup yang baru. Ini merupakan saat di mana kami, paramahasiswa dari penjuru Indonesia, merayakan perbedaan. Bahwa perbedaan bukan untuk dikonfrontasikan. Namun perbedaan adalah anugerah yang musti bisa disejajarkan dalam senyum-senyum kebahagiaan.
Tarian demi tarian, lagu demi lagu kami bawakan bersama. Kami tidak pernah memandang siapa kamu, apa agamamu, apa sukumu. Yang kami yakini sebagai kebenaran adalah bahwa kami merupakan orang Indonesia. Kami adalah anak para leluhur yang memiliki sejarahnya masing-masing. Ya, kami adalah Islam. Kami Kristen. Kami Katholik. Kami Hindu. Kami Buddha. Kami Kong Hu Chu. Kami adalah Jawa, Bali, Sunda, Batak, Tionghoa, Melayu, Dayak dan semua suku yang menjadi kesatuan bernama Indonesia.
Kelak sejarah akan mencatat kami sebagai para pejuang keberagaman. Seperti tema talkshow tempo hari. Sejujurnya kami begitu miris melihat kekerasan. Kami menangis mendengar jerit kesakitan akibat perpecahan. Ya, kami, atau aku pribadi adalah orang yang paling menentang kekerasan atas nama agama. Lihat, tangan kami bergandengan kala menyanyikan hymne beswan. Kami bersama-sama menghayati makna indahnya perdamaian di atas bumi yang indah nan permai ini.
14.662 disaring menjadi 8.410. Jumlah tersebut menyusut menjadi 1.509. Lalu dengan berbagai pertimbangan, terpilihlah 516 mahasiswa dari seluruh Indonesia untuk mengikuti kegiatan ini. Tentu saja ini pencapaian luar biasa. Bagi aku sendiri, hal ini menjadi sebuah keberuntungan yang besar. Bukan karena ada fee yang didapat selama 12 bulan, namun mengenal orang dari Sabang sampai Merauke adalah kesempatan yang sangat luar biasa. Apalagi mereka jelas merupakan orang-orang berprestasi. Jadi sedikit banyak aku yang masih bodoh ini bisa belajar, belajar dan belajar.
Damai Bumi Dewata adalah tema yang disusung pada malam dharma ini. Kenapa Bali? Bali merupakan salah satu pulau kebanggaan Indonesia. Dari sisi pariwisata, Bali sangat dikenal di mancanegara. Bahkan tak jarang para turis lebih mengenal Bali daripada Indonesia. Keindahan alam dan keramahan masyarakatnya serta tenangnya kehidupan di Bali membuat siapa saja takjub dan ingin kembali mengunjungi pulau dewata.
Namun Bali yang indah itu pernah menjelma menjadi kota mati tatkala peristiwa bom Bali meluluhlantakkan sendi-sendi kehidupan di sana. Mencekam. Puluhan atau bahkan ratusan mayat tak berdosa bergelimpangan. Turis mancanegara menjadi takut melihat indahnya matahari terbit di Sanur. Para turis enggan memberi makan pada monyet-monyet lucu di monkey forest. Ya, semua itu karena keegoisan sebagian golongan yang mengatasnamakan kebenaran. Biadab! Tidak ada satu pun agama yang mengajarkan kekerasan. Apalagi Islam yang turun sebagai agama rahmatan lil ‘alamin. Agama yang membawa seluruh rahmat bagi alam. Bukan hanya bagi pemeluknya. Bahkan sang Rasul agung Muhammad SAW sangat menghormati keberadaan orang-orang Nasrani dan Yahudi. Di Madinah misalnya, saat membuat piagam Madinah, Rasul melibatkan warga, baik beragama Islam atau pun tidak, juga seluruh suku yang mendiami kota Yatsrib, kota yang kemudian berubah nama menjadi Madinah Al-Munawarah. Jadi kemudian menjadi ambigu jika aksi teror tersebut dilakukan mengatasnamakan agama.
Kini Bali dihadapkan pada berbagai permasalahan. Salah satunya reklamasi. Aku sendiri kurang memahami apa itu reklamasi Teluk Banoa yang saat ini gencar dilawan. SID misalnya, band asal Bali yang tak pernah jera menyuarakan penentangan reklamasi ini menganggap reklamasi mengancam keseimbangan alam di sana. Ya, apapun itu, semoga Bali tetap berada dalam garis kedamaian. Hei.. o wa e o... Kembalikan Baliku padaku...
Malam dharma puruhita berjalan dengan sangat baik dan fantastis. Nyaris tidak ada cela seperti saat run through sore harinya. Saat itu penari kera gagal melakukan atraksinya. Malam ini kami benar-benar all-out. Para penari mempersembahkan yang terbaik. Begitu juga dengan paduan suara. Pementasan yang hanya dipersiapkan selama lima hari ini benar-benar meriah. Penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Danny Malik cs. Juga Brigitta cs.
Bersatu seikat beswan Djarum
Kita semua bergandengan tangan
Membuka hati membuka harapan bawa citra harum...
Rasa sesak benar-benar memenuhi rongga dada kala kami menyanyikan lagu ini. Kami berpegang erat satu sama lain. Berharap kekeluargaan ini abadi, tak lekang oleh waktu. Ya, semakin mendekati puncak acara, semakin dekat kami dengan perpisahan. Kami harus kembali ke kehidupan kami yang sebenarnya. Dan lagu pamungkas ‘selamanya Indonesia’ benar-benar tiba. ‘Kita adalah sayap-sayap sang garuda. Di atas samudra di langit katulistiwa.’
Kami berpelukan satu dengan lainnya. Di tribun meong, kami berikrar untuk menjaga kebersamaan ini. Bagaimana pun caranya. Bersama bukan harus bersanding. Bersama adalah ketika kami tidak melupakan segala kenangan yang didapatkan. Kami tetap mengenal satu sama lain sebagai saudara.
Setelah acara di dalam ruangan, kami digiring untuk keluar. Di sana ada panggung kecil yang digunakan sebagai tempat hiburan. Setelah Project Pop, penyanyi mana lagi yang dipersiapkan Djarum untuk menghibur kami? Dan sosok Duta terlihat ketika cahaya lampu sorot menerpa wajahnya. Satu persatu personel Sheila On 7 terlihat. Para beswan semakin histeris. kami bernyanyi bersama, berjoged ria. Kami seperti melupakan semua sekat-sekat perbedaan. Lelaki atau perempuan melompat-lompat. Bahkan rekan dari Aceh tak kalah heboh. Sebuah pemandangan yang merobohkan anggapanku mengenai perempuan Aceh yang kaku dan serba tertutup.
Perlahan-lahan hujan turun. Gitaris dan basis So7 tampak gelisah dengan kondisi ini. Di panggung terbuka, sudah barang tentu hujan membuat petikan gitar mereka terganggu. Duta, sang vokalis, mengaba-aba jika pertunjukkan akan dipercepat. Sementara sebagian beswan berhamburan ke gedung Merbabu, banyak pula yang masih bertahan di bawah guyuran hujan yang semakin deras. Dan puncak dari pertunjukkan itu adalah pesta kembang api. Meriah dan semakin menambah kenangan bagi kami.
Seusai acara hujan belum menunjukkan tanda-tanda akan reda. Aku berkumpul bersama teman sekamar, Naufal dan Sami. Di situ ada pula Juanda dan dua mahasiswi asal Aceh,  Tjut Aqsha dan Ocut. Keduanya benar-benar membuatku mengubah pandangan mengenai perempuan Aceh. Ternyata mereka supel dan enak diajak ngobrol. Namun panggilan dari LO bus membuat obrolan kami terpotong. Kami harus kembali ke dalam bus.
Tidak banyak kata-kata yang bisa kami utarakan. Sepanjang jalan hanya ada gurauan-gurauan kecil yang dipaksakan. Ketika bus sudah dekat dengan hotel, barulah LO bus kami berbicara, menyampaikan rasa terima kasih dan maafnya. Dan hujan masih turun walau tinggal rintik-rintik saja. Sepertinya ia turun karena ingin menghapus air mata kami.
Ya, inilah malam yang membuat kami limbung dengan kesedihan. Kami hanya bisa menggeleng dan menghela nafas dalam-dalam. Malam ini kami melepas kepergian sahabat-sahabat dari RSO Jakarta dan Bandung. Kami melepas Naufal, Putri, genk Ponti dan lainnya. Argi si gajah liar juga ikut berpisah. Di kamar, aku dan Sami tak banyak bercakap-cakap.
Setelah sarapan pagi, banjir air mata memenuhi lobi hotel Grand Aston. Satu persatu sahabat kami melakukan check-out. Satu persatu menaiki bus yang akan mengantarkan kami kembali ke kehidupan yang nyata, yang beberapa saat terakhir kami tinggalkan. Dan lambaian tangan itu terasa sangat menyesakkan. Aku menyaksikan kegetiran pada satu episode dalam hidup yang selamanya akan kuingat sebagai sebuah pengalaman berharga ini. Terima kasih, kawan. Selamat kembali menjadi mahasiswa sebenarnya. Mari rangkai mozaik demi mozaik kisah ini menjadi pengalaman yang indah bagi kita semua. Yakinlah bahwa ini bukanlah akhir. Ini adalah awal dari segala awal.[]

Kami menciptakan kenangan terindah yang kelak menyesakkan dada kami sendiri

Selesai...

Ditulis oleh Sarjoko
Yogyakarta, 6-11 November 2014

Diselesaikan di suatu sore yang hujan sudah mereda.

Episode sebelumnya klik link ini
Untuk melihat video rekaman selama Nation Building, klik di sini

0 comments:

Post a Comment