Thursday, February 27, 2014

Makna Minoritas Eps.5

Sumber gambar: jejakbangjaok.blogspot.com
AKU DAN SANG GURU
Dialog Imajiner Aku dan Sang Guru

Ada statemen menarik yang dikeluarkan seorang kawan mengenai sebuah ormas yang merasa "iri" dengan dukungan dan pembelaan. Alkisah, sebuah ormas mempertanyakan mengapa kawan-kawan hanya membela orang kristen, Ahmadiyah, Syiah dan lain-lain. Dan mengapa kawan-kawan justru mengutuk aksi mereka yang membela Islam?
Cerita ini bermula saat diskusi buku Tabayun Gus Dur di Perum Gusdurian Yogyakarta. Saat itu, kami tengah memperbincangkan salah satu konsep perjuangan Gus Dur, yaitu kekesatriaan. Kekesatriaan dimaknai keberanian memasang diri melindungi kaum minoritas yang terzalimi. Sang Guru pada malam harinya langsung datang kepadaku, ketika tiba-tiba tubuhku menggigil kedinginan sementara sekujur tubuh terasa panas.
Sang Guru (SG): Assalamu'alaikum
Aku (A): Wa'alaikumsalam... (Cukup berat mulutku berbicara karena rasa sakit yang luar biasa).
SG: Kau habis dari mana saja?
A: Hari ini aku benar-benar lelah, guru. (Aku terbatuk-batuk. Abu vulkanik bertebaran di mana-mana).
SG: Aku tidak menanyakan itu. (Aku diam saja, tidak meresponnya. Aku sedang malas berdebat dengannya). Em... Tadi aku melihatmu tengah membicarakan Gus Dur. 
A: Iya, benar. Kau mengenalnya?
SG: Hahahaha... Pertanyaanmu cukup aneh. Apa yang kalian bicarakan?
A: Kami membicarakan banyak hal, guru. Tapi yang masih menjadi hal menarik bagiku adalah konsep minoritas yang Gus Dur bela.
SG: Apa yang kau pikirkan tentang minoritas
A: Monoritas adalah lawan mayoritas
SG: Bisa kau jelaskan lebih rinci?
A: Kaum minoritas adalah sebuah komunitas yang secara jumlah sedikit dan hidup di tengah-tengah masyarakat mayoritas yang jumlahnya banyak. Ah, sebentar guru. Mengapa jadi kau yang memberi pertanyaan?
SG: Sudahlah. Aku hanya ingin melihat sejauh mana orang-orang muda sepertimu berpikir sehat tentang ini. Apa yang Gus Dur lakukan dalam membela kaum minoritas ini?
(Aku mencoba mengingat-ingat diskusi kami sore harinya).
A: Gus Dur membela Ahmadiyah, Syiah dan mereka yang dizalimi. Yang perlu dugarisbawahi, menurut kami, bahwa term minoritas bukan terbatas digolongkan pada jumlah personal dalam golongan tertentu. Ini lebih dimaknai sebagai akses.
SG: Aku semakin bingung dengan penjelasanmu. Bisa gunakan bahasa yang paling sederhana?
A: Minoritas bukan semata-mata digolongkan berdasar jumlah, tapi akses dalam melakukan sesuatu.
SG: Akses yang bagaimana? (Mendengar pertanyaan-pertanyaan guru, aku serasa menjadi narasumber yang berkompeten. Aku langsung duduk, berlagak seoral-olah aku pakar Golongan Minoritas)
A: Begini, guru. Aku mencontohkan ada orang NU, Muhammadiyah, Syiah, Ahmadiyah dan lain-lain. Ketika NU, Muhammadiyah dan lainnya bebas menjalankan ibadah mereka, mengapa ada golongan lain yang ditutupi aksesnya. Bukankah golongan yang dizalimi ini salah satu bentuk konkret minoritas? Lalu ada TKI di luar negeri. Ketika ia dizalimi majikan, tidak boleh ini itu, diperkosa, disiksa dan dianiaya, maka Gus Dur datang membela. Berbagai lobi politik pernah Gus Dur lakukan demi menyelamatkan nyawa TKI yang dijatuhi hukuman mati!
SG: Untuk contoh kedua aku bisa menerima. Tapi bagaimana jika ada orang yang mengatakan Ahmadiyah dan Syiah sesat?
A: Sesat? Lantas karena dianggap sesat boleh disakiti atau bahkan dibunuh? Lalu apa jadinya jika suatu saat NU atau Muhammadiyah dianggap sesat oleh golongan lain? Apakah orang-orangnya halal untuk dibunuh? Ahmadiyah dan Syiah merupakan produk pikiran. Karena produk pikiran, maka mustahil bisa menghilangkannya. Membunuh atau memerangi orang-orangnya merupakan kejahatan kemanusiaan. Khusus untuk Syiah, mereka bahkan sekte yang sudah sangat mapan. Mereka lebih tua dari sekte Ahlussunah yang kini mengaku sebagai sekte paling benar di hadapan Allah.
SG: Lalu, apa yang Gus Dur bela?
A: Hak-hak kemanusiaannya! Gus Dur pernah berkata di hadapan jemaah Ahmadiyah kurang lebih seperti ini, "Menurut pemahaman saya, kalian salah. Tapi saya tidak akan membiarkan seorang pun mengusir Ahmadiyah dari bumi Indonesia." Ini sebuah pemikiran yang penting ditanamkan dalam setiap individu. Menyalahkan boleh-boleh saja, asal tidak diikuti tindakan kekerasan. Jangan sampai, sesuatu yang kita anggap salah atau sesat boleh diperlakukan sekenanya.
SG: Hmmmm... 
A: Bagaimana menurutmu, guru?
Lama tidak ada jawaban. Lantas aku menoleh ke arah guru. Namun dia sudah menghilang...

Baca juga:
Nyaris Semua Wartawan Masuk Neraka

0 comments:

Post a Comment