Saturday, June 1, 2013

Carlsberg dan Togel



"Sekitar seratus warga dari berbagai elemen dan ragam latarbelakang pendidikan mendengarkan presentasi yang disampaikan dewan"
Beberapa waktu yang lalu tepatnya 18 Maret 2013 ada satu momen yang membekas dalam benak saya. Di satu sisi saya harus membela diri saya, di sisi lain memang ada yang salah dengan “komunikasi politik” yang saja praktikkan di gedung DPRD kota Yogyakarta dalam acara Public Hearing tentang RAPERDA pemberian insentif dan kemudahan penanaman modal di DIY.
Sekitar seratus warga dari berbagai elemen dan ragam latarbelakang pendidikan mendengarkan presentasi yang disampaikan dewan. Kebanyakan masyarakat memang memiliki background pebisnis, pedagang, praktisi ekonomi dan beberapa profesi yang tak jauh dari urusan insentif serta penanaman modal. Saya bersama sekitar 15-an anak UIN Sunan Kalijaga mengikuti acara tersebut dalam rangka praktek lapangan yang direkomendasikan oleh dosen Komunikasi Politik kami, bapak Hamdan Daulay.
Saya bersama enam teman lain sampai ke lokasi sedikit terlambat. Pikir kami: “Biasanya orang Indo telat memulai acara”. Tapi prediksi kami keliru karena sesampainya di lokasi pada pukul 09.57an, acara tengah berlangsung. Jadwal yang saya terima rapat dimulai pada pukul 09.30.
Untungnya presentasi dimulai beberapa saat setelah kami nyaman duduk di kursi ruangan...
Mbak Ana (gak tau nama lengkapnya) perwakilan BKDM menyampaikan rancangan peraturan daerah yang membuat kepala saya pusing. Angka-angka berjejer bukan hanya sampai hitungan milyar rupiah, tapi menembus angka 7 triliyun! Dalam catatan saya ada Rp. 7.056.066.141.759 yang terbagi atas penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN). Sayangnya saya harus kecewa karena perekonomian di Jogja masih harus didominasi oleh penanam modal asing dengan angka Rp. 4.250.121.535.829.
Sektor terbesar pun tidak mencerminkan usaha bangsa ini memajukan sektor pertanian. Karena selain sawah-sawah ditanami gedung dan gudang, hutan ditebang jadi pemukiman (inget lagu Nasyida Ria yang booming pada tahun 2000-an), sektor yang instan agaknya masih diunggulkan. Terbukti bisnis bidang jasa menduduki rating pertama dengan 20.07 % disusul perdagangan 19.74 %. Pertanian? Hanya 14.56%! Khusus perdagangan ironisnya dikuasai pemodal asing lewat minimarket dan bisnis makro. Sampai-sampai ada pernyataan dari delegasi Bantul: “Minimarket membunuh bisnis rakyat kecil.”
Alasan dari masyarakat logis banget karena bisnis ‘modern’ khususnya minimarket lebih mengutamakan laba daripada aspek lain, semisal moral. Dibukanya toko hingga 24 jam selain membuat langkah pasar tradisional tertinggal beberapa kilometer, juga ditemui ada “barang” di beberapa minimarket yang berpotensi mengganggu warga. Yups minuman beralkohol sudah bukan menjadi barang langka. Hal ini sempat dikeluhkan oleh dosen kami Hamdan Daulay yang pada kesempatan itu menamai dirinya sebagai wakil rakyat jelata. Beliau menemukan beberapa pemuda mabuk-mabukan di wilayah kampungnya di Nologaten. Padahal kampung tersebut dikenal sebagai kampung santri. Setiap akan berangkat ke masjid, ada pemandangan yang menyesakkan dada yang disaksikannya. Pemabuk itu tidak hanya teler, tetapi juga kencing sembarangan. Amoral. Najis.
Banyak berdirinya minimarket di tengah-tengah pasar tradisional layaknya tumor di antara gumpalan daging. Mereka menggerogoti dari dalam untuk menghempaskan nafas perekonomian rakyat.
Seorang dewan dari Bantul membeberkan klarifikasinya kurang lebih seperti ini:
“Dalam peraturan khusus daerah Bantul sudah tertulis bahwa minimarket boleh berdiri 3 km setelah pasar tradisional”.
Warga membantah: “Jangankan 3 km. 300 meter sebelah pasar saja sudah ada 3 minimarket”.
Dewan: “Yang bapak contohkan itu milik pribumi (saya lupa nama minimarket yang dimaksud. Toko Muliya atau apa gitu). Ada peraturan khusus yang mengecualikan bla bla bla.”
Warga: “Berarti pribumi membunuh pribumi?”
Dewan: “Bukan. Bahkan ini membuka peluang pribumi membuka bisnis usahanya. (Setelah itu ada keterangan pasar modern dan tradisional)”
Warga: “Cuma beda istilah. Intinya sama-sama mematikan perekonomian rakyat.”
Perbincangan di atas tentu sudah saya edit demi kepentingan alur cerita, tapi intinya sama. Dewan menegaskan peraturan yang dibuat semata-mata untuk kesejahteraan rakyat (mungkin tidak melihat bagaimana pedagang di pasar tradisional banyak yang menjerit).
Permasalahan ini memang tak pernah selesai. Benar kata Rhoma Irama. Yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.
Di tengah-tengah diskusi para elit saya memberanikan diri tunjuk jari ketika ditawari pertanyaan. Memang, pertanyaan ini terus berputar-putar di benak saya. Ceritanya ketika saya melakukan perjalanan panjang dari Pati-Jogja via Semarang, saya beristirahat di salah satu minimarket terkenal tak jauh dari Universitas Muhammadiyah Magelang. Hobi saya membeli minuman isotonik atau kadang doping penambah stamina agar tidak ngantuk. Betapa terkejutnya kala di deretan minuman kaleng saya menemukan bir bermerk Carlsberg. Siapapun tahu merk itu karena sudah lama menjadi sponsor utama klub sepak bola Liverpool Fc sebelum digantikan Standard Chartered.
Saat memegang kaleng itu, saya ingin memastikan bahwa bir yang ada di tangan saya ada sertifikasi halalnya (walau mustahil adanya). Maklum karena saya orang muslim dan belajar di lingkungan serba Islam. Ternyata memang tidak ada. Bir ciptaan orang Denmark bernama J. C Jacobsen pada 1847 itu sudah dipasarkan secara terbuka!
Untuk itu saya mengajukan pertanyaan dan saran kepada dewan yang intinya mengajak dewan di Jogja ini agar memfilter jenis dagangan yang ditawarkan penanam modal kepada konsumen. Saya cinta Jogja dan tidak ingin peredaran terbuka itu ada.
Entah karena saya terlalu bersemangat atau minder di kalangan elit, saya sepertinya mengeluarkan kata-kata yang salah.
1.      Saya membawa nama UIN sebagai asas idealis saya tentang jenis makanan yang konsumtif/tidaknya
2.      Tidak menanyakan kriteria yang diperbolehkan untuk dipasarkan
3.      Himbauan saya untuk mengajak filterisasi sifatnya subyektif. Saya mengatakan: “Saya sangat berharap di Jogja tidak terjadi hal-hal semacam itu.”
Seorang anggota eksekutif menjawab dengan jawaban kurang lebih seperti ini:
“Kita hidup di komunitas yang majemuk, banyak budaya. Anda jangan memaksakan idealis Anda untuk melarang sesuatu. Di Indonesia tidak ada hukum yang melarang tentang minuman beralkohol, tetapi adanya membatasi. Saya kira perusahaan besar tidak akan menjatuhkan namanya dengan menjual produk-produk tak berijin. Pasti mereka sudah memiliki ijin untuk itu.”
Sebenarnya jawaban bapak itu sangat panjang dan membuat saya semakin tidak puas dengan jawabannya. Beliau tidak menjelaskan standar boleh/tidaknya barang diperdagangkan. Semisal kadar alkohol berapa yang diperbolehkan beredar di kalangan masyarakat luas. Memang antisipasi toko sudah bagus dengan membatasi usia pembeli bir. Tetapi secara moral hal ini sudah berada di luar kewajaran. Andai dipasarkan di bar atau tempat-tempat tertentu, hal itu bisa dimaklumi secara sosial. Walau salah satu agama sama sekali tak menghendaki. Tetapi jika sudah beredar di tengah-tengah masyarakat?
Bapak itu menambahkan bahwa semua sudah punya standar masing-masing. Orang yang tidak boleh menyentuh, jangan menyentuh. Toleransi sajalah. Yang menjadi pertanyaan mengapa bir itu terang-terangan dijual di toko tidak sejak dulu? Apakah orang dulu tidak toleran dengan budaya orang lain?
Toleransi lagi-lagi menjadi jargon utama sehingga aspek sosial lain yang sifatnya lebih baik ditanggalkan. Saya sampai berpikir, kenapa tidak sekalian penjual nomor togel buka stand di dalam minimarket? Toleransi saja pada budaya orang yang suka togel...
Benar kata pak dosen kami: “Bisnis sekarang hanya mengejar aspek keuntungan materil, tanpa diimbangi aspek moril.”


2 comments:

  1. jJANGAN MUDAH PERCAYA BILA ANDA BELUM MEMBUKTIKAN,,TERUTAMA BAGI KAMU YG SERING KALAH DLM PERMAINAN ANGKA TOGEL,,,,,SAYA YAKINKAN ANDA,, AKAN ANGKA RITUAL,GOIB KY,,BRAMA PATI,,ANGKA BELIAU BUKAN SEKEDAR ANGKA RITUAL,,,,MELAINKAN ANGKA KRAMAT DRI ALAM GOIB.. DAN BGI KAMU YG PUNYA PROBLEM,,SOLUSIX PASTI ADA,,HUBUNGI LANGSUNG AHLIX DI 085---342---906---547,,,DGN USAHA KEBERHASILAN ITU PASTI ADA,,,,,,KEMENANGAN ANDA MERUPAKAN TUJUAN UTAMA.,,,,DGN ANGKA BELIAU NASIB ANDA PASTI BERUBAH.

    ReplyDelete
    Replies
    1. INGIN MERASAKAN KEMENANGAN DI DALAM BERMAIN TOGEL JAMIN 100% TLP KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB KAMI SUDAH TERBUKTI 9X TRIM’S ROO,MX SOBAT.




      INGIN MERASAKAN KEMENANGAN DI DALAM BERMAIN TOGEL JAMIN 100% TLP KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB KAMI SUDAH TERBUKTI 9X TRIM’S ROO,MX SOBAT.



      INGIN MERASAKAN KEMENANGAN DI DALAM BERMAIN TOGEL JAMIN 100% TLP KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB KAMI SUDAH TERBUKTI 9X TRIM’S ROO,MX SOBAT.

      Delete