Saturday, June 1, 2013

Makalah: Metode Dakwah

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb

Alhamdulillahi nahmaduhu hamdan hamdan, wa syukru lillahi nasykuruhu syukron syukron. Segala puji bagi Allah SWT atas karunia yang telah diberikan-Nya sehingga makalah “Metode Dakwah” yang disusun sebagai tugas mata kuliah Ilmu Dakwah dapat diselesaikan semaksimal mungkin. Shalawat serta salam disanjungkan kepada nabi agung Muhammad SAW yang memberikan inspirasi dakwah sehingga makalah ini tersusun salah satunya atas spirit perjuangan beliau.
Berdakwah, sebagaimana telah dibahas sebelumnya merupakan kegiatan wajib yang harus dijalankan oleh umat Islam. Hal ini dipahami secara sempit oleh beberapa kalangan sehingga esensi dakwah sering tidak tersampaikan akibat tidak memadainya seorang da’i dalam berperan sebagai penyampai pesan dakwah. Hal yang sering menjadi kendala adalah tidak mampunya da’i menyikapi problematika kontemporer yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Kemudian masyarakat menjadi korban adu kepentingan antar golongan yang sebenarnya tidak patut untuk dipersoalkan.
Dakwah merupakan kegiatan suci, sehingga siapa yang melakukannya diberi pahala. Untuk meneliti problem ketidakefektifan dakwah dewasa ini, kelompok VI berdiskusi yang akhirnya merumuskan beberapa kajian yang diinspirasi dari buku-buku bacaan baik cetak maupun elektronik serta laman di situs-situs internet. Pada intinya, dakwah sebagaimana kegiatan lain harus terkonsep agar berjalan dengan baik. Selain itu faktor-faktor pendukung lainnya perlu diterapkan agar sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dan berlaku di masyarakat penerima dakwah (mad’u).
Akhirnya ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen Ilmu Dakwah, Ibu Khoiro Ummatin yang telah memberikan kami kesempatan berdiskusi ria membahas problematika disefektifitas kegiatan dakwah sehingga muncul teori-teori untuk mengangkat dakwah sebagai sebuah kajian dan kegiatan yang efektif. Permintaan maaf kami haturkan atas kesalahan-kesalahan yang kami lakukan dalam penyusunan makalah ini, baik kecil maupun besar.
Akhir kata wallahu muwafiq ila aqwam at-thariq. Wassalamu’alaikum wr wb.

Yogyakarta, 05 Desember 2012
Penyusun




BAB I
PENDAHULUAN
a.    Latar belakang

MASYARAKAT merupakan sebuah komunitas yang tak dapat dipisahkan dari  budaya. Budaya itu yang kemudian membedakan antar satu komunitas dengan komunitas yang lain. Budaya berpengaruh pula terhadap adat kebiasaan, pola pikir serta sikap setiap individu yang tergabung di dalamnya. Orang sunda berbeda dengan orang batak dari berbagai sisi, mulai bahasa, etika serta standar kepribadiannya. Begitu pula dengan etnis-etnis lain yang ada di Indonesia bahkan di dunia.
Di era Nabi Muhammad, masyarakat Arab kala itu tersusun atas klan-klan suku. Nabi Muhammad terlahir dan besar di tengah suku yang terpandang di jazirah Arab kala itu, yakni Quraisy. Islam datang sebagai agama yang “menuntun” masyarakat Arab agar melaksanakan perintah Tuhan Allah, serta meninggalkan sesembahan nenek moyang mereka yaitu dewi-dewi banatullah Al-Latta, Al-Uzza dan Al-Mannat. Dakwah Nabi ini tidak mudah sebab setiap klan tidak menyetujui ajaran monotheisme yang diajarkan Nabi Muhammad. Dengan kegigihannya, Islam pun berkembang hingga saat ini.
Dakwah memerlukan metode agar pesan yang dibawa tersampaikan dengan baik. Metode-metode yang terkandung di dalam nash-nash ini perlu dikaji dan diterapkan di dalam aktifitas dakwah. Begitupun, secara historis da’i perlu melihat perjuangan Rasul agar dakwah dapat diterima dengan baik.

b. Rumusan Masalah

Rumusan yang menjadi master of question dalam makalah ini adalah :
1.        Apa itu metode dakwah dan hal-hal yang berkaitan dengannya?
2.        Kenapa metode dakwah begitu diperlukan?
3.        Di mana dan kapan saat yang tepat bagi seorang da’i itu bedakwah?
4.        Bagaimankah materi yang mampu menunjang efektivitas kegiatan dakwah??

c. Tujuan Makalah
Makalah ini disusun guna melengkapi tugas Ilmu Dakwah yang diampu oleh Ibu Khoiro Ummatin. Isi di dalam makalah ini di antaranya mendalami metode pelaku dakwah khususnya penyampai (da’i) agar efektifitas dakwah dapat tercapai.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Dakwah

SEBAGAIMANA telah dibahas oleh kelompok sebelumnya, dakwah merupakan suatu proses upaya mengubah suatu situasi yang lebih baik sesuai ajaran Islam atau proses mengajak manusia ke jalan Allah SWT yaitu agama Islam. Para ulama memberi definisi sesuai pemikiran masing-masing sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Al-Babiy Al-Khuli bahwa dakwah adalah upaya memindahkan situasi manusia kepada situasi yang lebih baik. Pada prinsipnya, dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan (wikipedia.org).
Sementara kata “metode”, dari aspek etimologi atau kebahasaan berasal dari dua kata, yaitu meta (melalui) dan hodos (jalan, cara). Dalam bahasa Yunani kata “metode” berasal dari kata “methodos” artinya jalan. Metode disebut sebagai manhaj atau thariqat dalam bahasa Arab yang berarti tata cara, sedang dalam kamus bahasa Indonesia kata “metode” berarti cara yang teratur dan sigtimatis untuk pelaksanaan sesuatu; cara kerja (kamus ilmiah populer, Pius A Partanto, M. Dahlan Al-Barry, Arkola Surabaya). Jika digabungkan dengan kata “dakwah” maka metode dakwah yaitu cara-cara atau langkah-langkah sistematis dalam menyampaikan atau menyeru umat ke jalan Allah SWT sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Cara-cara ini disesuaikan dengan kondisi-kondisi mad’u (penerima dakwah) agar pesan dapat diterima secara maksimal oleh mad’u tersebut. Dalam hal ini perlunya dakwah dihubungkan dengan ilmu-ilmu lain seperti antropologi, psikologi, sosiologi, filosofi, sejarah dan lainnya. Apabila pesan dakwah diterima baik, maka dakwah tersebut bisa dikatakan berhasil.

B. Bentuk-Bentuk Metode Dakwah

äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl 16 ayat 125).

Dari ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dakwah seyogyanya menggunakan cara-cara walau ayat di atas secara implisit tidak menngungkapkan metode-metode ilmiah sebagaimana dikaji dewasa ini. Di dalam bagian ayat di atas disebutkan:
1.      Seru dengan hikmah dan pelajaran yang baik
2.      Bantah dengan cara yang baik
3.      Tuhan lebih tahu kondisi keimanan manusia.

Para pakar keilmuan menyimpulkan dari pengertian ayat di atas bahwa ada tiga metode dalam menyampaikan dakwah. Pertama ialah bi al-Hikmah, kedua bi al-Mauidhati al-Hasanah dan ketiga bi al-Lati hiya ahsan.
Sebelum menjabarkan lebih jauh mengenai  metode yang disampaikan oleh para pakar, perlu diperhatikan metode-metode dakwah lainnya selain teknis dalam menyampaikannya. Dampak dakwah merupakan kunci selain esensi dakwah sebagai penyampai pesan. Dalam ayat di atas disebut secara gamblang bahwa menyampaikan dakwah dan membantah pendapat lainnya harus menggunakan cara yang baik. Cara-cara yang baik umumnya tidak menyakitkan pihak yang lain sehingga kata tersebut sering diartikan sebagai diskusi. Segala hal (benar atau salah) diserahkan kepada Allah SWT melalui penegasan di akhir ayat: ...Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Ketegasan firman tersebut memberi gambaran atas fenomena yang terjadi belakangan ini, di mana beberapa kelompok sparatis radikal yang mengatasnamakan agama menyerukan dakwah dengan segala cara, sehingga penyampaian agama lebih mirip dengan penyampaian politik. Kelompok-kelompok tak sepaham dianggapnya kafir. Umumnya orang seperti ini menutup telinga dari argumentasi yang disampaikan oleh orang lain. Hal ini bertentangan dengan firman Allah SWT dalam surat An-Nahl tersebut di atas.
Selanjutnya akan dibahas metode-metode dakwah yang disusun oleh para pakar keilmuan.

a. Metode Dakwah Al-Hikmah (Bi Al-Hikmah)
Dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif. Artinya dakwah di sini dilakukan tanpa adanya paksaan. Kata “hikmah” bermakna arif dan bijaksana. Beberapa ulama mengartikan hikmah sebagai berikut
-          Syekh Mustafa Al-Maroghi
Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran dan dapat menghilangkan keragu-raguan.
-          Syekh Muhammad Abduh
Mengetahui rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal.
-          Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud an-Nafasi
Menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat dipahami bahwa al-hikmah merupakan kemampuan penyampai dakwah (da’i) dalam menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi mad’u, sesuai situasi dan kondisi (muthabaqah li al-muqtadla al-hal). Sehingga pesan dapat diterima oleh mad’u dengan baik. Mengenai efektifitas dakwah atau keberhasilan dakwah merupakan rahasia Tuhan.
Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleh seorang da’i berdakwah. Dengan hikmah seorang da’i dapat berperan secara objektif melihat kondisi mad’unya sehingga tidak menimbulkan konflik. Semisal di sebuah tempat terbiasa melakukan ritual-ritual yang berbeda dengan apa yang dipahaminya, maka yang sebaiknya dilakukan oleh da’i ialah mempelajari perilaku masyarakat tersebut dan diteliti melalui kacamata syar’i. Mempelajari masyarakat ini memerlukan ilmu-ilmu lain, sesuai konsentrasinya.
Da’i yang sukses biasanya tak lepas dari kemampuan beretorika dan memilik kata. Modal penting ini diperlukan dalam menarik peserta dakwah seperti yang dicontohkan oleh beberapa da’i di negara ini.

b. Metode Dakwah Al-Mau’idzatil Hasanah
Kata Al-Mauidzatil Hasanal kerap melekat dalam pengajian-pengajian dan berbagai kegiatan keagamaan yang di dalam acara tersebut terdapat ceramah. Ceramah ini yang disebut sebagai mauidzah hasanah dan mendapat porsi yang khusus sebagai acara yang “ditunggu-tunggu.”
Secara bahasa mauidzah hasanah terdiri dari dua kata bahasa Arab yakni mauidzah dan hasanah. Mauidzah berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan. Sedang hasanah berarti baik, kebaikan. Maka secara terminologi mau’idzah hasanah ialah nasihat atau peringatan yang membawa kebaikan.
Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasai, mauidzah hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka (mad’u), bahwa engkau (da’i) memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Qur’an.
Menurut Abdul Hamid Al-Bilali, mauidzah hasanah merupakan salah satu metode dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan cara memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembut agar mereka (mad’u) mau berbuat baik. Dari dua pendapat ini dapat dirumuskan bahwa mauidzah hasanah terdiri dari beberapa model, di antaranya nasihat, tabsyir wa tanzir dan wasiat.


1. Nasihat
Nasihat adalah cara yang bertujuan mengingatkan bahwa segala perbuatan pasti ada sangsi dan akibat. Secara terminologi berarti memerintah atau melarang atau menganjurkan yang disertai dalil motivasi dan ancaman.
Beberapa perintah nasihat dalam Al-Qur’an:
a.       Surat Al-Ashr ayat 1-3
ÎŽóÇyèø9$#ur ÇÊÈ   ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 AŽô£äz ÇËÈ   žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ  
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”

b.      Surat An-Nahl ayat 125
c.       äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl 16 ayat 125).


2. Tabsyir wa tanzir
Tabsir wa tanzir berasal dari dua kata berbahasa Arab, yang berarti memperhatikan/rasa senang dan peringatan. Tabsyir dalam istilah dakwah adalah penyampaian dakwah yang berisi kabar-kabar yang menggembirakan bagi orang-orang yang mengikuti dakwah. Sedang tandzir ialam penyampaian dakwah di mana isinya berupa peringatan terhadap manusia tentang adanya kehidupan setelah kematian beserta konsekuensinya.
Tujuan tabsyir wa tanzir:
-          Memperkuat/memperkokoh iman
-          Memberikan harapan
-          Menumbuhkan semangat beramal
-          Menghilangkan sifat ragu-ragu
-          Memberi peringatan agar waspada

3. Wasiat
Secara etimologi wasiat berasal dari kata bahasa Arab washa-washia-washiyatan yang berarti pesan penting. Wasiat dibagi menjadi dua:
a.       Wasiat orang yang masih hidup kepada orang yang masih hidup. Dapat berupa ucapan, pelajaran atau arahan tentang suatu hal.
b.      Wasiat orang yang meninggal (menjelang ajal) kepada orang yang masih hidup, berupa ucapan ataupun benda (harta waris).
Dalam kontek dakwah, wasiat diartikan sebagai ucapan atau arahan kepada orang lain (mad’u), terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi.

c. Dakwah Al-Mujadalah bi Al-Lati Hiya Ahsan
Secara etimologi atau kebahasaan al-mujadalah diambil dari kata bahasa Arab jadala yang artinya memintal, melilit. Dapat juga berarti berdebat, perdebatan. Kata jadala dapat bermakna menarik tali guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat diibaratkan menarik dengan ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan. Al-mujadalah diartikan pula sebagai al-hiwar yang berarti bertukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara kedua belah pihak.
Etika menggunakan metode ini, menurut Hujjatul Islam Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin ditegaskan agar orang yang bertukar pikiran tidak beranggapan bahwa antara satu dengan lainnya merupakan musuh. Tetapi anggap forum perdebatan sebagai arena diskusi, saling tolong-menolong dalam mencapai kebenaran.

Selain menggunakan pendekatan yang disebutkan dalam A-Qur’an, dalam sebuah haditis nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan:
 “Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].

Dari hadits ini para pakar menyimpulkan ada 3 (tiga) tahapan metode, yaitu:
1.      Metode dengan tangan (bil yad). Tangan secara tekstual diartikan sebagai tangan yang digunakan dalam menggunakan situasi kemungkaran. Secara tekstual kata “tangan” dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan (power). Metode ini efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
2.      Metode dengan lisan (bil lisan). Maksudnya dengan perkataan yang baik, lemah lembut dan dapat dipahami oleh penerima dakwah (mad’u), bukan dengan kata-kata sukar apalagi menyakitkan hati.
3.      Metode dengan hati (bil qalb). Tahapan ini digunakan dalam situasi yang sangat berat. Ketika mad’u sebagai penerima pesan menolak pesan yang disampaikan, mencemooh bahkan mendzalimi da’i, yang sebaiknya dilakukan oleh da’i ialah bersabar serta terus mendo’akan agar pesan dakwah dapat diterima suatu saat nanti.

C. Aplikasi Metode Dakwah

Dalam berdakwah dibutuhkan pendekatan-pendekatan agar pesan dakwah dapat tersampaikan dengan baik, serta berharap pesan dakwah dapat diterima dan diamalkan oleh penerima dakwah (mad’u). Dalam menyampaikan pesan dakwah, seorang da’i memerlukan teknik penyampaian berupa pendekatan-pendekatan. Pendekatan-pendekatan ini di antaranya:
a.       Personal. Pendekatan dengan cara ini terjadi dengan cara individual (face to face) antara da’i dan mad’u sehingga materi dapat langsung diterima. Biasanya respon mad’u dapat langsung diketahui.
b.      Pendidikan. Di masa nabi dakwah dalam pendidikan ditanamkan sejak Islam masuk dalam kalangan sahabat. Kini pesan dakwah ditanamkan dalam lembaga-lembaga pendidikan seperti pesantren, yayasan bercorak Islam, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang mengkaji keislaman.
c.       Diskusi. Dilakukan melalui diskusi-diskusi keagamaan. Da’i sebagai pembicara, audience sebagai mad’u.
d.      Penawaran. Pendekatan ini tanpa paksaan, bersifat menawarkan. Al-Qur’an sendiri menyebut beberapa kali model penawaran. Seperti dalam masalah agama, Al-Qur’an menyebut “lakum dinukum waliyadin”. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.
e.       Misi. Dalam agama nasrani misi ini dilakukan oleh para missionaris. Dalam agama Islam ialah da’i. Pendekatan misi biasa dipahami sebagai pengiriman da’i ke daerah-daerah tertentu.

D. Ayat-Ayat Dakwah dalam Al-Qur’an

Beberapa ayat di dalam Al-Qur’an yang menyeru untuk berdakwah di antaranya:
1.      Ali Imron ayat 104 dan 110
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ  
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
2.      An-Nahl 125
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

3.      Al-Qashas 56 dan 87
y7¨RÎ) Ÿw ÏöksE ô`tB |Mö6t7ômr& £`Å3»s9ur ©!$# Ïöku `tB âä!$t±o 4 uqèdur ãNn=÷ær& šúïÏtFôgßJø9$$Î/ ÇÎÏÈ  
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.

  
Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-sekali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.

4.      Yusuf 108
  
Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".

5.      Al-Mu’minun 73
y
Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan yang lurus.

6.      At-Taubah 71
t
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

7.      Al-Ahzab 45 dan 4 
Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan; dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.

E. Kode Etik Dakwah

Setiap hal memiliki batas etika. Begitupula dengan dakwah. Batas-batas yang dimaksud merupakan ketetapan yang seharusnya diperhatikan oleh da’i agar dakwah dapat berjalan sesuai harapan. Sebagaimana perilaku lain, dakwah mempunyai kode etik yang harus dijunjung tinggi. Sumber rambu-rambu kode etik seorang da’i ialah Al-Qur’an, seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Hal-hal tersebut meliputi:
a) Tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan
Hal ini berdasar firman Allah surat Al-Shaff ayat 2-3
  
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?; Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.

b) Tidak melakukan toleransi dalam berakidah
Toleransi beragama memang dianjurkan demi menata suatu komponen kehidupan yang damai. Toleransi yang dikonsep dalam satu paham pluralisme merupakan tindakan menghormati kepercayaan orang lain dalam beragama. Akan tetapi hal ini dibatasi secara tegas dalam masalah akidah. Sebagaimana yang tertuang dalam Al-Qur’an surat Al-Kafirun ayat 1-6
š   
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir; Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah; Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah; Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah; Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah; Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."

Hal ini dipertegas dengan surat Al-Kahfi ayat 29

Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

c) Tidak menghina sesembahan kepercayaan lain
Hal ini mengacu pada surat Al-An’am ayat 108

Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.

d) Tidak melakukan diskriminasi sosial
Jika melihat sejarah Nabi Muhammad SAW, dalam berdakwah beliau tidak membeda-bedakan manusia dari sisi kelas sosialnya. Semua manusia pada prinsipnya memiliki kesamaan yang memiliki hak untuk disamakan. Sebab keadilan sangat penting dalam berdakwah. Kode ini mengacu pada surat Abasa ayat 1-2
   
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling; karena telah datang seorang buta kepadanya.

Asbab an-Nuzul: Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada Rasulullah s.a.w. meminta ajaran-ajaran tentang Islam; lalu Rasulullah s.a.w. bermuka masam dan berpaling daripadanya, karena beliau sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan pengharapan agar pembesar-pembesar tersebut mau masuk Islam. Maka turunlah surat ini sebagi teguran kepada Rasulullah s.a.w.

e) Tidak memungut imbalan
Prahara imbalan ini menjadi polemik antar ulama. Ada yang membolehkan dengan syarat tidak “memasang tarif”. Perbedaan-perbedaan di sini di antaranya:
-          Mazhab Hanafi: Haram mutlak, baik dengan peranjian sebelum atau sesudahnya
-          Al-Hasan al-Bisri dkk: Boleh meminta imbalan dalam bentuk bisyarah asal dengan perjanjian sebelumnya
-          Imam Malik dan Imam Syafi’i: Boleh. Baik ada perjanjian sebelum atau sesudahnya maupun tidak.
f) Tidak mengawani pelaku maksiat
Tujuannya agar tidak terjadi dampak yang buruk
g) Tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui.
Da’i yang tidak tahu hukum dan ia menyampaikannya, pasti hukum tersebut akan menyesatkan umat. Seorang da’i tidak boleh menjawab pertanyaan atas selera pribadi tanpa ada dalil yang menguatkan.

F. Karakteristik Kode Etik Dakwah

Karakteristik yang dimaksud ialah dari etika Islam itu sendiri, di mana cakupannya dari sumber moral dakwah. Hal ini, jika ditilik dari studi Islam terbagi atas tiga bagian.
1. Bayani (tekstual) yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sebab dakwah selalu merujuk pada nash-nash yang terkandung di dalamnya.
2. Burhani dan Irfani (akal dan naluri). Rasionalisasi suatu hukum perlu disampaikan apabila nash-nash yang terkandung tidak cukup menjawab masalah-masalah baru yang muncul. Sedang naluri yang mendapat pengarahan dari petunjuk Allah yang dijelaskan dalam kitab-Nya.
3. Motivasi iman
Dalam melakukan dakwah dibutuhkan motivasi dan dorongan, yaitu akidah dan iman. Hal ini yang membuat da’i menjadi ikhlas, shalih, bekerja keras, rela berkorban dan iman yang sempurna menjelma menjadi rasa cinta kepada Allah.

G. Hikmah dalam Etika Berdakwah

Secara umum hikmah yang didapatkan dari menjalankan kode etik dakwah ialah
1. Kemajuan rohani. Hal ini jelas sebab orang yang mengikuti ketentuan-ketentuan agama memiliki akhlak yang mulia
2. Sebagai penunjuk kebaikan. Kode etik menuntut da’i pada jalan kebaikan sehingga membentuk tatanan yang baik dan kemanfaatan bagi da’i pada khususnya dan umat pada umumnya
3. Membawa kesempurnaan iman. Sebab iman yang sempurna membawa kesempurnaan diri. Ini tidak dapat dicapai tanpa memahami agama secara kaffah.
4. Kerukunan antar umat beragama. Dengan sikap toleransi maka antar satu umat dengan lainnya dapat berdampingan. Hal ini membuat kerukunan antar umat terjaga sehingga tidak ada pertumpahdarahan akibat perbedaan keyakinan.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

- Metode dakwah adalah cara-cara atau langkah-langkah sistematis dalam menyampaikan atau menyeru umat ke jalan Allah SWT sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
- Metode dakwah terdiri atas metode dakwah bil hikmah, bi mauidzatil hasanah, dan bil lati hiya ahsan (sumber ayat Al-Qur’an) serta bil yad (tangan), bil lisan (ucapan) dan bil qalb (hati). Ini mengacu pada hadits nabi.
- Aplikasi metode dakwah dapat diterapkan secara personal, pendidikan, diskusi, penawaran dan misi.
- Di Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyeru manusia untuk berdakwah.
- Sebagaimana perilaku lain, dakwah juga memiliki kode etik yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.

- Hikmah etika berdakwah di antaranya kemajuan rohani, penuntun kebaikan, kesempurnaan iman dan kerukunan antar umat beragama.

2 comments:

  1. Assalamualaikum...
    Mohon maaf hanya memberikan kritik dan saran sya...
    Dalam rumusan masalah tujuan penulisan dan pembahasan itu tdk sma...akan lebih baik ke3 itu saling keterkaitan antara rumusan masalah, tujuan penulisan dgn pembahasan😉...sekian terimakasih ☺☺☺

    ReplyDelete