KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
wr wb
Alhamdulillahi
nahmaduhu hamdan hamdan, wa syukru lillahi nasykuruhu syukron syukron. Segala puji bagi Allah SWT atas karunia yang telah diberikan-Nya
sehingga makalah “Metode Dakwah” yang disusun sebagai tugas mata kuliah Ilmu
Dakwah dapat diselesaikan semaksimal mungkin. Shalawat serta salam disanjungkan
kepada nabi agung Muhammad SAW yang memberikan inspirasi dakwah sehingga
makalah ini tersusun salah satunya atas spirit perjuangan beliau.
Berdakwah, sebagaimana telah dibahas sebelumnya merupakan kegiatan
wajib yang harus dijalankan oleh umat Islam. Hal ini dipahami secara sempit
oleh beberapa kalangan sehingga esensi dakwah sering tidak tersampaikan akibat
tidak memadainya seorang da’i dalam berperan sebagai penyampai pesan dakwah.
Hal yang sering menjadi kendala adalah tidak mampunya da’i menyikapi problematika
kontemporer yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Kemudian masyarakat
menjadi korban adu kepentingan antar golongan yang sebenarnya tidak patut untuk
dipersoalkan.
Dakwah merupakan kegiatan suci, sehingga siapa yang melakukannya
diberi pahala. Untuk meneliti problem ketidakefektifan dakwah dewasa ini,
kelompok VI berdiskusi yang akhirnya merumuskan beberapa kajian yang
diinspirasi dari buku-buku bacaan baik cetak maupun elektronik serta laman di
situs-situs internet. Pada intinya, dakwah sebagaimana kegiatan lain harus
terkonsep agar berjalan dengan baik. Selain itu faktor-faktor pendukung lainnya
perlu diterapkan agar sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dan berlaku di
masyarakat penerima dakwah (mad’u).
Akhirnya ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen Ilmu
Dakwah, Ibu Khoiro Ummatin yang telah memberikan kami kesempatan berdiskusi ria
membahas problematika disefektifitas kegiatan dakwah sehingga muncul
teori-teori untuk mengangkat dakwah sebagai sebuah kajian dan kegiatan yang
efektif. Permintaan maaf kami haturkan atas kesalahan-kesalahan yang kami
lakukan dalam penyusunan makalah ini, baik kecil maupun besar.
Akhir kata wallahu
muwafiq ila aqwam at-thariq. Wassalamu’alaikum wr wb.
Yogyakarta, 05 Desember 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar
belakang
MASYARAKAT
merupakan sebuah komunitas yang tak dapat dipisahkan dari budaya. Budaya itu yang kemudian membedakan
antar satu komunitas dengan komunitas yang lain. Budaya berpengaruh pula
terhadap adat kebiasaan, pola pikir serta sikap setiap individu yang tergabung di
dalamnya. Orang sunda berbeda dengan orang batak dari berbagai sisi, mulai
bahasa, etika serta standar kepribadiannya. Begitu pula dengan etnis-etnis lain
yang ada di Indonesia bahkan di dunia.
Di era Nabi Muhammad, masyarakat Arab kala itu tersusun atas
klan-klan suku. Nabi Muhammad terlahir dan besar di tengah suku yang terpandang
di jazirah Arab kala itu, yakni Quraisy. Islam datang sebagai agama yang
“menuntun” masyarakat Arab agar melaksanakan perintah Tuhan Allah, serta
meninggalkan sesembahan nenek moyang mereka yaitu dewi-dewi banatullah
Al-Latta, Al-Uzza dan Al-Mannat. Dakwah Nabi ini tidak mudah sebab setiap klan
tidak menyetujui ajaran monotheisme yang diajarkan Nabi Muhammad. Dengan
kegigihannya, Islam pun berkembang hingga saat ini.
Dakwah memerlukan metode agar pesan yang dibawa tersampaikan dengan
baik. Metode-metode yang terkandung di dalam nash-nash ini perlu dikaji dan
diterapkan di dalam aktifitas dakwah. Begitupun, secara historis da’i perlu
melihat perjuangan Rasul agar dakwah dapat diterima dengan baik.
b. Rumusan Masalah
Rumusan yang menjadi master
of question dalam makalah ini adalah :
1.
Apa itu metode dakwah dan hal-hal yang berkaitan
dengannya?
2.
Kenapa metode
dakwah begitu diperlukan?
3.
Di mana dan
kapan saat yang tepat bagi seorang da’i itu bedakwah?
4.
Bagaimankah materi yang mampu menunjang
efektivitas kegiatan
dakwah??
c.
Tujuan Makalah
Makalah ini disusun guna
melengkapi tugas Ilmu Dakwah yang diampu oleh Ibu Khoiro Ummatin. Isi di dalam
makalah ini di antaranya
mendalami metode pelaku dakwah khususnya penyampai (da’i) agar
efektifitas dakwah dapat tercapai.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode Dakwah
SEBAGAIMANA telah dibahas oleh kelompok sebelumnya,
dakwah merupakan suatu proses upaya mengubah suatu situasi yang lebih baik
sesuai ajaran Islam atau proses mengajak manusia ke jalan Allah SWT yaitu agama
Islam. Para ulama memberi definisi sesuai pemikiran masing-masing sebagaimana
diungkapkan oleh Syekh Al-Babiy Al-Khuli bahwa dakwah adalah upaya memindahkan
situasi manusia kepada situasi yang lebih baik. Pada prinsipnya, dakwah adalah
kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan
taat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala sesuai dengan garis aqidah,
syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata
kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan (wikipedia.org).
Sementara kata “metode”, dari
aspek etimologi atau kebahasaan berasal dari dua kata, yaitu meta (melalui) dan
hodos (jalan, cara). Dalam bahasa Yunani kata “metode” berasal dari kata
“methodos” artinya jalan. Metode disebut sebagai manhaj atau thariqat dalam
bahasa Arab yang berarti tata cara, sedang dalam kamus bahasa Indonesia kata
“metode” berarti cara yang teratur dan sigtimatis untuk pelaksanaan sesuatu;
cara kerja (kamus ilmiah populer, Pius A Partanto, M. Dahlan Al-Barry, Arkola
Surabaya). Jika digabungkan dengan kata “dakwah” maka metode dakwah yaitu
cara-cara atau langkah-langkah sistematis dalam menyampaikan atau menyeru umat
ke jalan Allah SWT sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Cara-cara ini disesuaikan dengan
kondisi-kondisi mad’u (penerima dakwah) agar pesan dapat diterima secara
maksimal oleh mad’u tersebut. Dalam hal ini perlunya dakwah dihubungkan dengan
ilmu-ilmu lain seperti antropologi, psikologi, sosiologi, filosofi, sejarah dan
lainnya. Apabila pesan dakwah diterima baik, maka dakwah tersebut bisa
dikatakan berhasil.
B.
Bentuk-Bentuk Metode Dakwah
äí÷$#
4n<Î)
È@Î6y
y7În/u
ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/
ÏpsàÏãöqyJø9$#ur
ÏpuZ|¡ptø:$#
(
Oßgø9Ï»y_ur
ÓÉL©9$$Î/
}Ïd
ß`|¡ômr&
4
¨bÎ)
y7/u
uqèd
ÞOn=ôãr&
`yJÎ/
¨@|Ê
`tã
¾Ï&Î#Î6y
(
uqèdur
ÞOn=ôãr&
tûïÏtGôgßJø9$$Î/
ÇÊËÎÈ
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl 16 ayat
125).
Dari ayat di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa dakwah seyogyanya menggunakan cara-cara walau ayat di atas
secara implisit tidak menngungkapkan metode-metode ilmiah sebagaimana dikaji
dewasa ini. Di dalam bagian ayat di atas disebutkan:
1.
Seru dengan hikmah
dan pelajaran yang baik
2.
Bantah dengan cara
yang baik
3.
Tuhan lebih tahu
kondisi keimanan manusia.
Para
pakar keilmuan menyimpulkan dari pengertian ayat di atas bahwa ada tiga metode
dalam menyampaikan dakwah. Pertama ialah bi al-Hikmah, kedua bi al-Mauidhati
al-Hasanah dan ketiga bi al-Lati hiya ahsan.
Sebelum
menjabarkan lebih jauh mengenai metode
yang disampaikan oleh para pakar, perlu diperhatikan metode-metode dakwah
lainnya selain teknis dalam menyampaikannya. Dampak dakwah merupakan kunci
selain esensi dakwah sebagai penyampai pesan. Dalam ayat di atas disebut secara
gamblang bahwa menyampaikan dakwah dan membantah pendapat lainnya harus
menggunakan cara yang baik. Cara-cara yang baik umumnya tidak menyakitkan pihak
yang lain sehingga kata tersebut sering diartikan sebagai diskusi. Segala hal (benar
atau salah) diserahkan kepada Allah SWT melalui penegasan di akhir ayat: ...Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Ketegasan
firman tersebut memberi gambaran atas fenomena yang terjadi belakangan ini, di
mana beberapa kelompok sparatis radikal yang mengatasnamakan agama menyerukan
dakwah dengan segala cara, sehingga penyampaian agama lebih mirip dengan
penyampaian politik. Kelompok-kelompok tak sepaham dianggapnya kafir. Umumnya orang
seperti ini menutup telinga dari argumentasi yang disampaikan oleh orang lain.
Hal ini bertentangan dengan firman Allah SWT dalam surat An-Nahl tersebut di
atas.
Selanjutnya
akan dibahas metode-metode dakwah yang disusun oleh para pakar keilmuan.
a. Metode Dakwah Al-Hikmah (Bi
Al-Hikmah)
Dakwah bi al-hikmah merupakan suatu
metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.
Artinya dakwah di sini dilakukan tanpa adanya paksaan. Kata “hikmah” bermakna
arif dan bijaksana. Beberapa ulama mengartikan hikmah sebagai berikut
-
Syekh Mustafa
Al-Maroghi
Perkataan
yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran dan
dapat menghilangkan keragu-raguan.
-
Syekh Muhammad
Abduh
Mengetahui
rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal.
-
Imam Abdullah bin
Ahmad Mahmud an-Nafasi
Menggunakan
perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan
menghilangkan keraguan.
Dari
pengertian-pengertian di atas, dapat dipahami bahwa al-hikmah merupakan
kemampuan penyampai dakwah (da’i) dalam menyelaraskan teknik dakwah dengan
kondisi mad’u, sesuai situasi dan kondisi (muthabaqah li al-muqtadla al-hal).
Sehingga pesan dapat diterima oleh mad’u dengan baik. Mengenai efektifitas
dakwah atau keberhasilan dakwah merupakan rahasia Tuhan.
Hikmah merupakan pokok awal yang
harus dimiliki oleh seorang da’i berdakwah. Dengan hikmah seorang da’i dapat
berperan secara objektif melihat kondisi mad’unya sehingga tidak menimbulkan
konflik. Semisal di sebuah tempat terbiasa melakukan ritual-ritual yang berbeda
dengan apa yang dipahaminya, maka yang sebaiknya dilakukan oleh da’i ialah mempelajari
perilaku masyarakat tersebut dan diteliti melalui kacamata syar’i. Mempelajari
masyarakat ini memerlukan ilmu-ilmu lain, sesuai konsentrasinya.
Da’i
yang sukses biasanya tak lepas dari kemampuan beretorika dan memilik kata.
Modal penting ini diperlukan dalam menarik peserta dakwah seperti yang
dicontohkan oleh beberapa da’i di negara ini.
b. Metode Dakwah Al-Mau’idzatil
Hasanah
Kata Al-Mauidzatil Hasanal kerap
melekat dalam pengajian-pengajian dan berbagai kegiatan keagamaan yang di dalam
acara tersebut terdapat ceramah. Ceramah ini yang disebut sebagai mauidzah
hasanah dan mendapat porsi yang khusus sebagai acara yang “ditunggu-tunggu.”
Secara
bahasa mauidzah hasanah terdiri dari dua kata bahasa Arab yakni mauidzah dan
hasanah. Mauidzah berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan. Sedang
hasanah berarti baik, kebaikan. Maka secara terminologi mau’idzah hasanah ialah
nasihat atau peringatan yang membawa kebaikan.
Menurut
Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasai, mauidzah hasanah adalah perkataan-perkataan
yang tidak tersembunyi bagi mereka (mad’u), bahwa engkau (da’i) memberikan
nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Qur’an.
Menurut
Abdul Hamid Al-Bilali, mauidzah hasanah merupakan salah satu metode dalam
dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan cara memberikan nasihat atau
membimbing dengan lemah lembut agar mereka (mad’u) mau berbuat baik. Dari dua
pendapat ini dapat dirumuskan bahwa mauidzah hasanah terdiri dari beberapa
model, di antaranya nasihat, tabsyir wa tanzir dan wasiat.
1. Nasihat
Nasihat adalah cara yang bertujuan mengingatkan
bahwa segala perbuatan pasti ada sangsi dan akibat. Secara terminologi berarti
memerintah atau melarang atau menganjurkan yang disertai dalil motivasi dan
ancaman.
Beberapa perintah nasihat dalam
Al-Qur’an:
a.
Surat Al-Ashr ayat
1-3
ÎóÇyèø9$#ur
ÇÊÈ ¨bÎ)
z`»|¡SM}$#
Å"s9
Aô£äz
ÇËÈ wÎ)
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qè=ÏJtãur
ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
(#öq|¹#uqs?ur
Èd,ysø9$$Î/
(#öq|¹#uqs?ur
Îö9¢Á9$$Î/
ÇÌÈ
“Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati
kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”
b.
Surat
An-Nahl ayat 125
c.
äí÷$#
4n<Î)
È@Î6y
y7În/u
ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/
ÏpsàÏãöqyJø9$#ur
ÏpuZ|¡ptø:$#
( Oßgø9Ï»y_ur
ÓÉL©9$$Î/
}Ïd
ß`|¡ômr&
4 ¨bÎ)
y7/u
uqèd
ÞOn=ôãr&
`yJÎ/
¨@|Ê
`tã
¾Ï&Î#Î6y
( uqèdur
ÞOn=ôãr&
tûïÏtGôgßJø9$$Î/
ÇÊËÎÈ
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl 16 ayat
125).
2. Tabsyir wa
tanzir
Tabsir wa
tanzir berasal dari dua kata berbahasa Arab, yang berarti memperhatikan/rasa
senang dan peringatan. Tabsyir dalam istilah dakwah adalah penyampaian dakwah
yang berisi kabar-kabar yang menggembirakan bagi orang-orang yang mengikuti
dakwah. Sedang tandzir ialam penyampaian dakwah di mana isinya berupa
peringatan terhadap manusia tentang adanya kehidupan setelah kematian beserta
konsekuensinya.
Tujuan tabsyir
wa tanzir:
-
Memperkuat/memperkokoh
iman
-
Memberikan
harapan
-
Menumbuhkan
semangat beramal
-
Menghilangkan
sifat ragu-ragu
-
Memberi
peringatan agar waspada
3. Wasiat
Secara
etimologi wasiat berasal dari kata bahasa Arab washa-washia-washiyatan yang
berarti pesan penting. Wasiat dibagi menjadi dua:
a.
Wasiat
orang yang masih hidup kepada orang yang masih hidup. Dapat berupa ucapan,
pelajaran atau arahan tentang suatu hal.
b.
Wasiat
orang yang meninggal (menjelang ajal) kepada orang yang masih hidup, berupa
ucapan ataupun benda (harta waris).
Dalam kontek
dakwah, wasiat diartikan sebagai ucapan atau arahan kepada orang lain (mad’u),
terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi.
c. Dakwah
Al-Mujadalah bi Al-Lati Hiya Ahsan
Secara
etimologi atau kebahasaan al-mujadalah diambil dari kata bahasa Arab jadala
yang artinya memintal, melilit. Dapat juga berarti berdebat, perdebatan. Kata
jadala dapat bermakna menarik tali guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat
diibaratkan menarik dengan ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan
pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan. Al-mujadalah diartikan pula
sebagai al-hiwar yang berarti bertukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak
secara sinergis tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di
antara kedua belah pihak.
Etika menggunakan metode ini, menurut Hujjatul Islam Imam Ghazali
dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin ditegaskan agar orang yang bertukar pikiran
tidak beranggapan bahwa antara satu dengan lainnya merupakan musuh. Tetapi
anggap forum perdebatan sebagai arena diskusi, saling tolong-menolong dalam
mencapai kebenaran.
Selain
menggunakan pendekatan yang disebutkan dalam A-Qur’an, dalam sebuah haditis
nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan:
“Siapa di antara kamu melihat kemunkaran,
ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak
mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].
Dari hadits ini
para pakar menyimpulkan ada 3 (tiga) tahapan metode, yaitu:
1.
Metode
dengan tangan (bil yad). Tangan secara tekstual diartikan sebagai tangan yang
digunakan dalam menggunakan situasi kemungkaran. Secara tekstual kata “tangan”
dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan (power). Metode ini efektif bila
dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
2.
Metode
dengan lisan (bil lisan). Maksudnya dengan perkataan yang baik, lemah lembut
dan dapat dipahami oleh penerima dakwah (mad’u), bukan dengan kata-kata sukar
apalagi menyakitkan hati.
3.
Metode
dengan hati (bil qalb). Tahapan ini digunakan dalam situasi yang sangat berat.
Ketika mad’u sebagai penerima pesan menolak pesan yang disampaikan, mencemooh
bahkan mendzalimi da’i, yang sebaiknya dilakukan oleh da’i ialah bersabar serta
terus mendo’akan agar pesan dakwah dapat diterima suatu saat nanti.
C.
Aplikasi Metode Dakwah
Dalam berdakwah
dibutuhkan pendekatan-pendekatan agar pesan dakwah dapat tersampaikan dengan
baik, serta berharap pesan dakwah dapat diterima dan diamalkan oleh penerima
dakwah (mad’u). Dalam menyampaikan pesan dakwah, seorang da’i memerlukan teknik
penyampaian berupa pendekatan-pendekatan. Pendekatan-pendekatan ini di
antaranya:
a.
Personal.
Pendekatan dengan cara ini terjadi dengan cara individual (face to face) antara
da’i dan mad’u sehingga materi dapat langsung diterima. Biasanya respon mad’u
dapat langsung diketahui.
b.
Pendidikan.
Di masa nabi dakwah dalam pendidikan ditanamkan sejak Islam masuk dalam
kalangan sahabat. Kini pesan dakwah ditanamkan dalam lembaga-lembaga pendidikan
seperti pesantren, yayasan bercorak Islam, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
yang mengkaji keislaman.
c.
Diskusi.
Dilakukan melalui diskusi-diskusi keagamaan. Da’i sebagai pembicara, audience
sebagai mad’u.
d.
Penawaran.
Pendekatan ini tanpa paksaan, bersifat menawarkan. Al-Qur’an sendiri menyebut beberapa
kali model penawaran. Seperti dalam masalah agama, Al-Qur’an menyebut “lakum
dinukum waliyadin”. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.
e.
Misi.
Dalam agama nasrani misi ini dilakukan oleh para missionaris. Dalam agama Islam
ialah da’i. Pendekatan misi biasa dipahami sebagai pengiriman da’i ke
daerah-daerah tertentu.
D. Ayat-Ayat
Dakwah dalam Al-Qur’an
Beberapa ayat
di dalam Al-Qur’an yang menyeru untuk berdakwah di antaranya:
1.
Ali
Imron ayat 104 dan 110
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.
Ma'ruf: segala
perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala
perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
öNçGZä. uöyz >p¨Bé& ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ cöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ìx6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur ÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #Zöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB cqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.
2.
An-Nahl
125
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan
antara yang hak dengan yang bathil.
3.
Al-Qashas
56 dan 87
y7¨RÎ) w ÏöksE ô`tB |Mö6t7ômr& £`Å3»s9ur ©!$# Ïöku `tB âä!$t±o 4 uqèdur ãNn=÷ær& úïÏtFôgßJø9$$Î/ ÇÎÏÈ
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang
yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima
petunjuk.
Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari
(menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan
serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-sekali kamu termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
4.
Yusuf
108
Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci
Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".
5.
Al-Mu’minun
73
y
Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan yang
lurus.
6.
At-Taubah
71
t
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
7.
Al-Ahzab
45 dan 4
Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan
pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan; dan untuk jadi penyeru kepada agama
Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.
E. Kode Etik Dakwah
Setiap hal memiliki batas etika. Begitupula dengan dakwah.
Batas-batas yang dimaksud merupakan ketetapan yang seharusnya diperhatikan oleh
da’i agar dakwah dapat berjalan sesuai harapan. Sebagaimana perilaku lain,
dakwah mempunyai kode etik yang harus dijunjung tinggi. Sumber rambu-rambu kode
etik seorang da’i ialah Al-Qur’an, seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad. Hal-hal tersebut meliputi:
a) Tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan
Hal ini berdasar firman Allah surat Al-Shaff ayat 2-3
Wahai
orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan?; Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa
yang tidak kamu kerjakan.
b)
Tidak melakukan toleransi dalam berakidah
Toleransi
beragama memang dianjurkan demi menata suatu komponen kehidupan yang damai.
Toleransi yang dikonsep dalam satu paham pluralisme merupakan tindakan
menghormati kepercayaan orang lain dalam beragama. Akan tetapi hal ini dibatasi
secara tegas dalam masalah akidah. Sebagaimana yang tertuang dalam Al-Qur’an
surat Al-Kafirun ayat 1-6
Katakanlah:
"Hai orang-orang kafir; Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah; Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah; Dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah; Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan
yang aku sembah; Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Hal
ini dipertegas dengan surat Al-Kahfi ayat 29
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari
Tuhanmu. Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah
sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.
Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air
seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling
buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
c) Tidak menghina sesembahan kepercayaan lain
Hal
ini mengacu pada surat Al-An’am ayat 108
Dan
janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena
mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.
Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian
kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa
yang dahulu mereka kerjakan.
d)
Tidak melakukan diskriminasi sosial
Jika
melihat sejarah Nabi Muhammad SAW, dalam berdakwah beliau tidak membeda-bedakan
manusia dari sisi kelas sosialnya. Semua manusia pada prinsipnya memiliki
kesamaan yang memiliki hak untuk disamakan. Sebab keadilan sangat penting dalam
berdakwah. Kode ini mengacu pada surat Abasa ayat 1-2
Dia
(Muhammad) bermuka masam dan berpaling; karena telah datang seorang buta
kepadanya.
Asbab
an-Nuzul: Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada
Rasulullah s.a.w. meminta ajaran-ajaran tentang Islam; lalu Rasulullah s.a.w.
bermuka masam dan berpaling daripadanya, karena beliau sedang menghadapi
pembesar Quraisy dengan pengharapan agar pembesar-pembesar tersebut mau masuk
Islam. Maka turunlah surat ini sebagi teguran kepada Rasulullah s.a.w.
e)
Tidak memungut imbalan
Prahara
imbalan ini menjadi polemik antar ulama. Ada yang membolehkan dengan syarat
tidak “memasang tarif”. Perbedaan-perbedaan di sini di antaranya:
-
Mazhab Hanafi:
Haram mutlak, baik dengan peranjian sebelum atau sesudahnya
-
Al-Hasan al-Bisri
dkk: Boleh meminta imbalan dalam bentuk bisyarah asal dengan perjanjian
sebelumnya
-
Imam Malik dan
Imam Syafi’i: Boleh. Baik ada perjanjian sebelum atau sesudahnya maupun tidak.
f) Tidak mengawani pelaku maksiat
Tujuannya agar tidak terjadi dampak
yang buruk
g) Tidak menyampaikan hal-hal yang
tidak diketahui.
Da’i yang tidak tahu hukum dan ia
menyampaikannya, pasti hukum tersebut akan menyesatkan umat. Seorang da’i tidak
boleh menjawab pertanyaan atas selera pribadi tanpa ada dalil yang menguatkan.
F. Karakteristik Kode
Etik Dakwah
Karakteristik yang dimaksud ialah
dari etika Islam itu sendiri, di mana cakupannya dari sumber moral dakwah. Hal
ini, jika ditilik dari studi Islam terbagi atas tiga bagian.
1. Bayani (tekstual) yaitu Al-Qur’an
dan Al-Hadits. Sebab dakwah selalu merujuk pada nash-nash yang terkandung di
dalamnya.
2. Burhani dan Irfani (akal dan
naluri). Rasionalisasi suatu hukum perlu disampaikan apabila nash-nash yang
terkandung tidak cukup menjawab masalah-masalah baru yang muncul. Sedang naluri
yang mendapat pengarahan dari petunjuk Allah yang dijelaskan dalam kitab-Nya.
3. Motivasi iman
Dalam melakukan dakwah dibutuhkan
motivasi dan dorongan, yaitu akidah dan iman. Hal ini yang membuat da’i menjadi
ikhlas, shalih, bekerja keras, rela berkorban dan iman yang sempurna menjelma
menjadi rasa cinta kepada Allah.
G. Hikmah dalam Etika
Berdakwah
Secara umum hikmah yang didapatkan
dari menjalankan kode etik dakwah ialah
1. Kemajuan rohani. Hal ini jelas
sebab orang yang mengikuti ketentuan-ketentuan agama memiliki akhlak yang mulia
2. Sebagai penunjuk kebaikan. Kode
etik menuntut da’i pada jalan kebaikan sehingga membentuk tatanan yang baik dan
kemanfaatan bagi da’i pada khususnya dan umat pada umumnya
3. Membawa kesempurnaan iman. Sebab
iman yang sempurna membawa kesempurnaan diri. Ini tidak dapat dicapai tanpa
memahami agama secara kaffah.
4. Kerukunan antar umat beragama.
Dengan sikap toleransi maka antar satu umat dengan lainnya dapat berdampingan.
Hal ini membuat kerukunan antar umat terjaga sehingga tidak ada
pertumpahdarahan akibat perbedaan keyakinan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Metode dakwah adalah cara-cara atau langkah-langkah
sistematis dalam menyampaikan atau menyeru umat ke jalan Allah SWT sehingga
dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
- Metode dakwah terdiri atas metode dakwah bil hikmah, bi
mauidzatil hasanah, dan bil lati hiya ahsan (sumber ayat Al-Qur’an) serta bil
yad (tangan), bil lisan (ucapan) dan bil qalb (hati). Ini mengacu pada hadits
nabi.
- Aplikasi metode dakwah dapat diterapkan secara
personal, pendidikan, diskusi, penawaran dan misi.
- Di Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyeru manusia
untuk berdakwah.
- Sebagaimana perilaku lain, dakwah juga memiliki kode
etik yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
- Hikmah etika berdakwah di antaranya kemajuan rohani,
penuntun kebaikan, kesempurnaan iman dan kerukunan antar umat beragama.
beda metode dakwah dengan metode pendekatan dakwah apa ya?
ReplyDeleteKhasiat buah belimbing
Oe direction full album
Assalamualaikum...
ReplyDeleteMohon maaf hanya memberikan kritik dan saran sya...
Dalam rumusan masalah tujuan penulisan dan pembahasan itu tdk sma...akan lebih baik ke3 itu saling keterkaitan antara rumusan masalah, tujuan penulisan dgn pembahasan😉...sekian terimakasih ☺☺☺